*) Oleh: Ahmad Zainal Arifin, S.Pd,
Anggota Korps Mubaligh Muhammadiyah PDM Sampang
Malu merupakan salah satu sifat terpuji yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Imron bin Hushain)
Hakikat rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan senantiasa memperhatikan hak-hak orang lain.
Menurut penuturan Imam Ibnul Qoyyim, al-haya’ (rasa malu) diambil dari kata hayat (kehidupan). Sehingga kekuatan rasa malu itu sebanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang.
Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda lemahnya hati dan ruh seseorang. Semakin sehat suatu hati, maka akan makin sempurna rasa malunya.
Rasa malu itu ada dua macam. Yang pertama adalah rasa malu kepada Allah, yaitu seorang hamba merasa malu jika Allah melihatnya sedang melakukan kemaksiatan dan menyelisihi perintah-Nya. Yang kedua adalah rasa malu dengan sesama manusia.
Rasa Malu Kepada Allah
Adapun rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.
Rasulullah menjelaskan contoh wujud rasa malu kepada Allah dalam sabda beliau:
لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bukan demikian, namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Siapa yang menginginkan akhirat harus meninggalkan kesenangan dunia. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut maka dia telah merasa malu dengan Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya, dinilai hasan karena adanya riwayat-riwayat lain yang menguatkannya oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 935)