*)Oleh: Zainal Arifin
KMM PDM Kabupaten Sampang
Kita sering merenung tentang orang-orang yang sebenarnya telah mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya itu adalah perbuatan maksiat yang merugikan dirinya dan mengharuskannya segera bertaubat agar menjadi lebih baik. Namun anehnya alih-alih melakukan taubat nashuha, istighfar dan taubatnya tidak membuatnya jera atau sekedar menyesal. Bahkan mereka terus melakukan perbuatan maksiat itu tanpa merasa bersalah.
Penyebab Maksiat Diperturutkan
Pertama, takut kehilangan keuntungan yang bersifat duniawi. Pelaku riba takut mendapatkan keuntungan yang sedikit jika ia harus melepaskan diri dari riba. Perempuan pengumbar aurat takut berhijab karena dikhawatirkan hijabnya akan menutupi kecantikannya, dan masih banyak contoh lainnya.
Itulah keuntungan yang dijadikan indah oleh setan agar manusia semakin menjauh dari jalan yang lurus
Ingatlah, ternyata Iblis menjadikan maksiat itu indah bagi pandangan manusia
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Al-Hijr[15]: 39)
Di antara cara iblis menggoda Adam dan anak keturunannya adalah dengan menghiasi maksiat dengan keindahan. Iblis menghiasi sesuatu yang buruk sehingga menjadi sesuatu yang indah bahkan menjadi candu bagi para pelakunya.
Kedua, menunda-nunda taubat. Ia menyangka bahwa diirnya masih muda, dan umurnya akan terus berlangsung seperti yang diinginkan. Lalu setan membujuknya agar menunda-nunda taubat supaya bisa menikmati masa mudanya. Akhirnya saat mulai sadar akan kemaksiatan yang dilakukannya, ia menjadi lemah ketika kemaksiatan itu datang kembali menjemputnya.
Ketiga, lupa akan kematian. Ia lupa bahwa dirinya mempunya saat yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta untuk mengakhiri kenikmatan dunia ini. Saat tiba waktunya, takkan pernah bisa maju atau mundur sejengkalpun. Itulah saat kematian tiba.
Allah Swt berfirman dalam surat Al A’raf ayat 34:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ ٣٤
“Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan”
Kealpaan akan kematian inilah yang menjadikan manusia terus melakukan kemaksiatan karena mengira masih ada waktu taubat. Padahal saat ajal tiba maka tertutuplah pintu taubat baginya.
Keempat, telah menjadi kebiasaan. Artinya ia telah terbiasa mengerjakan kemaksiatan itu sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupannya sehari-hari. Misalnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya kemudian dianggap biasa berjabatan tangan, padahal merupakan pelanggaran syariat, maka akhirnya hal itu menjadi biasa baginya.
Kelima, lemahnya rasa takut kepada Allah Swt. Andai rasa takut itu menguat dan membesar niscaya ia kaan berpikir seribu kali untuk berbuat maksiat.
Agar Rasa Takut itu Menguat
Pertama, Meningkatkan pengetahuan tentang kebesaran dan sifat-sifat Allah dapat menumbuhkan rasa takut kepada-Nya.
Kedua, Membaca ayat dan hadis tentang hari kiamat dapat membuat seseorang takut kepada Allah.
Ketiga, Menjauhi larangan Allah dan mengerjakan perintah-Nya merupakan contoh khauf dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, Membasahi lidah dengan berzikir, berdoa, dan beristigfar kepada Allah dapat menumbuhkan rasa takut kepada-Nya.
Kelima, Memikirkan keadaan manusia pada hari kiamat, seperti tidak berpakaian, tidak beralas kaki, dan belum dikhitan sedang mereka begitu panik dan ketakutan. Hal ini dapat memunculkan rasa takut kepada Allah.
Keenam, Sering menghadiri tempat-tempat pengajian dapat menumbuhkan rasa takut kepada Allah.
Semoga Allah Swt memberikan rasa takut dalam hati kita menghiasi hati ini dengan iman dan taqwa. Amiin
Wallahu A’lam bis showab.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News