*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Hari ini 27 November, 2024 di seluruh Tanah Air akan dilaksanakan pilkada serentak untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
Paslon yang maju diusung oleh koalisi parpol maupun independen atau perorangan. Dalam persaingan pilkada ini, ada yang diikuti oleh dua, tiga, bahkan empat paslon. Bahkan, ada yang hanya diikuti satu paslon dengan lawannya “Bumbung Kosong”.
Bagaimana Islam melihat calon pemimpin?
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Bila ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin.” (HR. Abu Dawud)
Pelajaran dari hadis Ini:
Hadis ini mengajarkan bahwa kepemimpinan adalah hal yang penting dalam sebuah aktivitas bersama. Perjalanan tiga orang bisa dikatakan sebagai kegiatan tim kecil. Artinya, perintah Nabi ini tentu lebih relevan lagi apabila diterapkan dalam konteks komunitas yang lebih besar, seperti:
Rukun Tetangga (RT)
Rukun Warga (RW)
Desa
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
Negara
Begitu juga dalam lingkup aktivitas lainnya yang membutuhkan kebersamaan. Hadirnya pemimpin membuat kerumunan massa menjadi jamaah yang terorganisasi dengan tujuan, pembagian peran, dan aturan yang ditegakkan bersama.
Bayangkan jika suatu wilayah dengan populasi besar tidak memiliki pemimpin. Tentu, kekacauan akan terjadi karena kehidupan sosial tidak terkontrol, kejahatan tanpa sanksi, dan sumber daya alam tidak terkelola dengan tertib.
Tidak heran jika ada pendapat yang mengatakan bahwa pemimpin yang zalim lebih baik daripada tidak ada pemimpin sama sekali.
Tentunya, ini bukan untuk menoleransi pemimpin yang sewenang-wenang, melainkan untuk menekankan pentingnya memiliki pemimpin dalam Islam.
Imam Al-Ghazali mengaitkan pentingnya pemimpin dengan kelestarian agama sebagai berikut:
“Kekuasaan dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama sebagai landasan, dan kekuasaan sebagai pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki landasan pasti akan tumbang.”
Pemimpin seperti apakah yang harus kita pilih?
Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kriteria pemimpin setidaknya memiliki empat sifat, yaitu:
- Shiddiq (Jujur)
- Amanah (Bertanggung jawab dan dapat dipercaya)
- Tabligh (Aspiratif dan dekat dengan rakyat)
- Fathanah (Cerdas, visioner)
Al-Mawardi rahimahullah dalam kitab al-Ahkâm ash-Shulthaniyah menyebutkan syarat-syarat seorang pemimpin, di antaranya:
- Adil dengan ketentuan-ketentuannya.
- Ilmu yang bisa mengantar pada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum.
- Sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan, dan lisan agar dapat langsung menangani tugas kepemimpinan.
- Normal (tidak cacat) yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan bereaksi.
- Bijak dalam mengurus rakyat dan mengatur kepentingan negara.
- Keberanian untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.
Nilai lebih dalam hal kebijakan, kesabaran, keberanian, sehat jasmani dan rohani, serta kecerdikan merupakan kriteria yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Tanpa kriteria tersebut, seorang pemimpin akan kesulitan dalam mengatur dan mengurus negara serta rakyatnya.
Inilah sifat-sifat ideal yang harus ada dalam diri pemimpin, di mana pun levelnya dan apa pun jenis institusinya.
Tema hadis yang berkaitan dengan Al-Qur’an:
Berikut ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan dengan jelas larangan memilih pemimpin non-Muslim bagi wilayah mayoritas Muslim:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menggunakan pilihan kata “pemimpin” dengan kata Wali, meskipun ada banyak padanan kata pemimpin dalam bahasa Arab, seperti Aamir, Raa’in, Haakim, Qowwam, dan Sayyid.
Mengapa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memilih kata “Wali”? Kata Wali memiliki akar kata yang sama dengan wilaayatan (wilayah/daerah).
Oleh karena itu, penggunaan kata wali mengindikasikan bahwa pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin yang menguasai wilayah kaum Muslimin.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi Wali (pemimpin, teman setia, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran: 28)
Pemilihan pemimpin adalah hal yang sangat penting dalam Islam, dan harus berdasarkan pada syarat-syarat yang jelas agar kepemimpinan dapat berjalan dengan baik dan amanah.
Pemimpin yang ideal adalah yang memenuhi kriteria jujur, amanah, aspiratif, dan cerdas serta memenuhi syarat-syarat dalam agama.
Jangan sampai kita memilih pemimpin yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan merugikan umat.