Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, menekankan pentingnya transformasi dalam kepemimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) untuk menghadapi tantangan masa depan.
Hal ini disampaikan dalam sambutannya saat pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) di Gedung At-Tauhid Tower, Senin (9/12/2024).
Haedar mengingatkan bahwa pimpinan PTMA tidak boleh terjebak dalam zona nyaman.
Baca juga: Dilantik Jadi Rektor Baru, Ini Sambutan Perdana Mundakir
“Biasanya, sistem yang sudah maju sering kali mengalami stagnasi. Semua merasa nyaman. Tugas Pak Rektor adalah memastikan semua ‘tidak bisa tidur’. Paksa mereka bangun dari tidur. Istilahnya, meskipun tidur, organisasi tetap berjalan,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya melanjutkan estafet kepemimpinan dengan spirit transformasi, yaitu perubahan yang berada di antara evolusi dan revolusi. Transformasi, menurutnya, adalah proses perubahan yang cepat, dinamis, dan progresif.
Sembilan Ciri Transformasi PTMA
Haedar menjelaskan sembilan ciri utama transformasi yang harus diimplementasikan oleh PTMA:
Pertama, Kemampuan Memobilisasi Potensi. Dengan segala keterbatasan, PTMA harus mampu memobilisasi dan mengkapitalisasi seluruh potensi kampus untuk menghadapi tantangan.
Kedua, Mengagendakan Perubahan. Mengutip Al-Qur’an, Innallaha la yughayyiru ma biqawmin hatta yughayyiru ma bi-anfusihim (Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d ayat 11), Haedar menyebut bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri dan organisasi. Haedar menyebut bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri dan organisasi.
Baca juga: Pelantikan Rektor Baru UM Surabaya: Sukadiono Titip 4 Pesan Penting, Apa Saja?
Ketiga, Memproyeksikan Masa Depan. Haedar mendorong PTMA untuk mengadopsi future studies atau studi masa depan, memprediksi tren dan perubahan dalam 10 hingga 50 tahun ke depan, agar tetap relevan dan unggul.
Kelima, Berorientasi Keagamaan dan Kemasyarakatan. PTMA harus tetap menjadi institusi yang berbasis pada nilai-nilai keislaman, namun tetap melayani seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah atas.
Keenam, Patuh pada Aturan Hukum. Setiap kebijakan harus mengindahkan hukum dan peraturan yang berlaku serta falsafah yang sah.
Kelima, Mengamalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Pimpinan PTMA harus menjadi teladan yang baik, dengan hikmah dan keteladanan dalam menjalankan nilai-nilai Islam.
Keenam, Berperan Aktif dalam Masyarakat. PTMA harus mendorong dosen dan tenaga pendidik untuk aktif dalam pembangunan masyarakat sesuai ajaran Islam, tanpa meninggalkan interaksi sosial.
Ketujuh, Bekerja Sama dengan Organisasi Islam Lain. Kerja sama lintas organisasi Islam diperlukan untuk memperkuat syiar Islam.
Kedelapan, Mendukung Pemerintah dalam Membangun Negara. PTMA juga diharapkan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan nasional, tanpa meninggalkan prinsip keislaman.
Baca juga: Cerita Mundakir, Anak Buruh Asal Babat, yang Kini Jadi Rektor UM Surabaya
Kesembilan Tantangan PTMA dalam Ekosistem Baru. Haedar mengingatkan bahwa PTMA menghadapi ekosistem pendidikan yang terus berubah dengan tingkat persaingan yang tinggi.
“Kalau kita merasa sudah maju, lihatlah lembaga pendidikan lain yang maju tiga langkah lebih cepat. Mereka menciptakan lembaga bertaraf internasional dan unggul,” katanya.
Sebagai penutup, Haedar menekankan pentingnya PTMA untuk terus berinovasi, melayani semua lapisan masyarakat, dan memiliki visi jangka panjang demi keberlanjutan dan keberhasilan organisasi.
Acara pelantikan ini dihadiri oleh berbagai tokoh Muhammadiyah, sivitas akademika UM Surabaya, serta tamu undangan lainnya. (wh)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News