*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Waktu adalah nikmat yang Kerap terabaikan. Waktu merupakan hal yang sangat berharga dan mahal bagi manusia. Waktu sangat mahal harganya, bahkan lebih mahal dari dunia beserta seisinya.
Kesalahan dalam mengelola waktu bisa berakibat kerugian besar. Waktu merupakan kehidupan sebab tiada kehidupan manusia melainkan masa yang ia selesaikan dari saat kelahiran sampai kematian.
Seorang mukmin seharusnya mampu mengatur waktu yang dimilikinya dengan berbagai aktivitas bernilai ibadah. Seorang mukmin hendaknya mengerti atas pentingnya waktu dan amalan perbuatan apa yang lebih utama yang harus dikerjakan.
Lalai terhadap waktu akan mencampakkan kita ke dalam jurang penyesalan. Usia begitu cepat berlalu, perjalananpun begitu cepat berakhir seiring jejak-jejak amal yang kita perbuat.
Mungkin banyak waktu yang digunakan untuk hal-hal yang tak berguna dan kelalaian menjadi malapetaka serta penyesalan saat sakaratul maut dan saat di yaumil hisab kelak.
Dan tidak ada penyesalan terbesar dalam hidup seseorang kecuali saat sakaratul maut tiba. Ia minta kepada Allah Ta’ala agar diberi kesempatan untuk hidup karena ingin beramal saleh.
وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلْمُجْرِمُونَ نَاكِسُوا۟ رُءُوسِهِمْ عِندَ رَبِّهِمْ رَبَّنَآ أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَٱرْجِعْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
Allah Ta’ala berfirman, “Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin.” (Qs. as-Sajdah: 12).
Betapa malunya orang-orang yang melalaikan waktu di hadapan Allah Azza wa Jalla , hingga mereka menundukkan kepala. Sampai-sampai mereka memohon kepada Allah agar dikembalikan ke dunia untuk beramal shaleh.
Imam Qatadah mengatakan, “Demi Allah, mereka tidak berharap dikembalikan ke dunia untuk menjumpai keluarga dan kaum kerabat, akan tetapi mereka berharap dikembalikan ke dunia untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla .
Lihatlah harapan dan keinginan orang-orang yang tidak melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla ketika di dunia ! Karena itu, berbuatlah ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla (sewaktu masih hidup di dunia).” (Tafsîr Ibnu Katsir).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman, “Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami.” (Qs. Maryam: 38).
Orang yang mengenal hal waktu akan selalu siaga, dan merekalah orang-orang yang akan menemukan nilai kehidupan, karena waktu adalah kehidupan. Orang yang siaga terhadap waktu akan selalu mengingat pesan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam :
لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).
Pertama yang akan dipertanggungjawabkan pada hari kiamat kelak adalah umur kita. Sejak kita menginjak usia baligh, seluruh apa yang kita yakini, kita ucapkan dan kita perbuat, akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Jika kita telah melakukan seluruh kewajiban dan menjauhkan diri kita dari semua yang diharamkan, maka kita akan selamat dan bahagia. Sebaliknya, jika tidak, maka kita akan binasa dan merana.
Kedua, kita akan ditanya mengenai jasad kita. Jika seluruh anggota badan kita gunakan untuk berbuat taat kepada Allah, maka kita akan senang dan beruntung.
Sebaliknya, jika kita menggunakannya untuk bermaksiat kepada Allah, maka kita akan merugi dan buntung.
Ketiga, kita akan ditanya mengenai ilmu kita. Kita akan ditanya, apakah kita telah mempelajari bagian ilmu agama yang fardlu ain untuk kita pelajari atau tidak. Dan jika kita telah mempelajarinya, apakah sudah kita amalkan ataukah tidak.
Ilmu agama yang hukum mempelajarinya fardlu ain adalah seperti dasar-dasar ilmu aqidah, hukum-hukum dasar terkait bersuci, shalat, zakat bagi yang mampu, puasa, kewajiban hati, maksiat-maksiat anggota badan dan lain sebagainya.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
وَيْلٌ لِمَنْ لَا يَعْلَمُ، وَوَيْلٌ لِمَنْ عَلِمَ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ
“Sungguh sangat celaka orang yang tidak belajar (ilmu agama yang fardlu ain), dan sungguh sangat celaka orang yang mempelajarinya tapi tidak mengamalkannya.”
Keempat, kita akan ditanya mengenai harta, dari mana kita memperolehnya dan untuk apa kita belanjakan. Dalam masalah harta, manusia terbagi menjadi tiga golongan, dua celaka dan satu yang selamat.
Dua golongan yang celaka pada hari kiamat adalah mereka yang mengumpulkan harta dengan cara yang haram atau dari sumber yang haram, dan mereka yang mengumpulkan harta dengan cara yang halal tapi membelanjakannya untuk hal-hal yang diharamkan.
Sedangkan golongan yang selamat adalah mereka yang mengumpulkan harta dengan jalan yang halal dan membelanjakannya untuk perkara-perkara yang halal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ فِي مُسْنَدِهِ)
“Sebaik-baik harta adalah harta milik orang yang shalih.” (HR Ahmad dalam al-Musnad). (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News