*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Lahirnya Isa bin Maryam direspon secara kontroversial. Kontroversial sejak dilahirkan hingga jelang akhir zaman. Saat bayi, beliau bisa berbicara sehingga dipandang memiliki keanehan, tidak sebagaimana bayi pada umumnya. Dengan keanehan itulah membuat manusia terbelah. Satu pihak memandangnya sebagai Tuhan, dan pihak lain memandang sebagai seorang rasul. Pandangan sebagai anak Tuhan dan sebagai rasul inilah yang terus menjadi perdebatan hingga datangnya hari kiamat. Menjelang hari kiamat itulah yang akan menjawab teka-teka siapa beliau yang sebenarnya, sehingga semua manusia akan sepakat dan hilang perselisihan terhadapnya.
Isa : Hamba dan Rasul Allah
Islam meyakini bahwa Isa bin Maryam merupakan sosok manusia yang mengemban misi dari Tuhannya. Dia bukan Tuhan sebagaimana yang dipercayai oleh keaum Nasrani. Dia merupakan sosok hamba yang dilahirkan oleh seorang ibu yang suci, tanpa melalui proses perkawinan sebagaimana umumnya manusia.
Sebagai sosok hamba yang diberkati, beliau selalu memberi keberkahan terhadap lingkungan dimana pun berada. Keberkahan itu di antaranya diberi kitab suci yang akan menuntun dan membimbing kepada siapa pun guna menempuh jalan yang benar. Isa secara terang-terangan mengaku sebagai seorang hamba yang diberkati, dan mendapat perintah untuk menegakkan shalat serta menunaikan zakat. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيۡنَ مَا كُنتُ وَأَوۡصَٰنِي بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمۡتُ حَيّٗا
Artinya:
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; (QS. Maryam :31)
Tidaklah disebut hamba kecuali memiliki kewajiban untuk menyembah kepada Tuhannya. Di samping menegakkan shalat, beliau diwajibkan untuk menunaikan zakat. Tidaklah mungkin sosok Tuhan harus melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Sebagai Tuhan seharusnya justru menerima ibadah hamba-Nya, seperti shalat dan zakat, bukan malah dibebani untuk beribadah.
Penegasan sebagai seorang hamba, beliau menegaskan bahwa dirinya diutus untuk menyampaikan firman Tuhannya. Penyampaian misi ketuhanan itu diberikan kitab suci yang menjadi rujukan sekaligus panduan untuk mendekatkan diri pada Tuhannya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيّٗا
Artinya:
Berkata ʻIsa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, (QS. Maryam :30)
Oleh karena sebagai hamba, maka beliau mempunyai kewajiban lain, yakni berbakti kepada orang tuanya. Sebagai sosok yang dilahirkan tanpa ayah, maka Isa bin Maryam menyebutkan bahwa dirinya berbakti kepada ibunya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَبَرَّۢا بِوَٰلِدَتِي وَلَمۡ يَجۡعَلۡنِي جَبَّارٗا شَقِيّٗا
Artinya:
dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (QS. Maryam :32)
Isa bukan Anak Tuhan
Isa bin Maryam lahir tanpa ayah sehingga oleh kaum Nasrani diistimewakan hingga diyakini sebagai anak Tuhan. Padahal ada yang jauh lebih istimewa daripada Isa, yakni Nabi Adam. Nabi Adam lahir tanpa ayah dan ibu. Demikian juga yang terjadi pada Hawa, istri Adam. Dengan kata lain, kalau keberadaan Isa sangat menakjubkan, hingga diakui sebagai Tuhan, maka keberadaan sosok Adam dan dan Hawa jauh lebih berhak diistimewakan.
Di sisi lain, tidak mungkin manusia mengandung di dalam dirinya unsur Tuhan. Manusia mempunyai bahan baku sebagai manusia. Demikian pula binatang dan tumbuhan memiliki jenis bahan baku yang berbeda pula. Tentu sangat aneh apabila manusia, seperti Isa di dalam dirinya terdapat bahan baku Tuhan. Lahirnya Isa tanpa ayah merupakan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan tidak ada siapa pun yang mencegahnya.
Kalau Allah memiliki anak, berarti Dia membutuhkan kepada makhluk. Padahal ketika Allah berkehendak, tinggal mengatakan sesuatu (kun fa yakun), dan pasti terwujud. Hal ini sebagaimana dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
مَا كَانَ لِلَّهِ أَن يَتَّخِذَ مِن وَلَدٖ ۖ سُبۡحَٰنَهُۥٓ ۚ إِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Artinya:
Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah”, maka jadilah ia. (QS. Maryam :35)
Oleh karenanya, sungguh sangat tidak pantas ketika mengatakan bahwa Allah memiliki anak. Sebagai Dzat Yang Maha Kuasa dan Bijaksana sangat bertentangan dengan sifat dan keagungan-Nya ketika disandarkan sebagaimana makhluk yang membutuhkan anak
Perselisihan tentang Isa senantiasa berlangsung terus menerus. Hal ini akan berlanjut menjadi teka-teki manusia. Banyak ayat yang mengandung teka-teki yang mengharuskan manusia menggunakan akal pikirannya. Apa yang terjadi pada Ashabul Kahfi, kemenangan Nabi Musa atas Fir’aun, keberhasilan Nabi Muhammad menegakkan tauhid. Semuanya merupakan wujud kehendak Allah.
Ashabul Kahfi menggambarkan sosok para pemuda yang bisa hidup 309 tahun, sebagaimana Nabi Musa bisa menggulingkan Fir’aun, atau keberhasilan Nabi Muhammad menegakkan tauhid, yang diawali seorang diri. Semua peristiwa di atas mendorong manusia agar menggunakan akal pikiran, dan akalnya akan terdorong untuk mengakui bahwa semuanya merupakan kekuatan dan kekuasaan Allah.
Demikian pula lahirnya Isa bin Maryam tanpa ayah merupakan kehendak Allah, sehingga manusia yang menggunakan akal akan menyatakan bahwa Isa merupakan sosok istimewa yang muncul karena kehendak Allah. Bukan justru menuhankan Isa.
Ketika manusia tidak menggunakan akal dan melepaskan petunjuk langit, maka muncul ideologi bahwa Isa merupakan anak Tuhan yang wajib disembah. Sementara yang menggunakan akal yang diterangi oleh petunjuk, maka memandang bahwa Isa merupakan sosok istimewa yang lahir atas kehendak-Nya. Hal ini sebagai ujia, apakah manusia mengagungkan atau justru melecehkan Tuhannya. Melecehkan Tuhannya ketika mengatakan bahwa Isa merupakan anak Tuhan.