Islam menekankan pentingnya keseimbangan melalui konsep ummatan wasathan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an.
Konsep ini menggambarkan umat Islam sebagai umat yang unggul dan moderat, baik dalam aspek agama maupun sosial, menghindarkan mereka dari dua ekstrem: sikap berlebihan (ghuluww) dan pengabaian (tafrith).
Dalam Pengajian Tarjih, Rabu (18/12/2024), Ali Yusuf, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, menjelaskan bahwa wasathiyah memiliki dimensi yang luas.
Dalam lingkup sosial, prinsip ini mengharuskan umat Islam bersikap tegas pada prinsip, namun tetap berpandangan luas dan fleksibel dalam pendekatan.
Wasathiyah juga menuntut penghargaan terhadap perbedaan pendapat, menolak pengkafiran sesama muslim, dan mendorong kegiatan yang membangun masyarakat tanpa menimbulkan fanatisme kelompok.
Dimensi lain dari wasathiyah tercermin dalam ijtihad, yakni proses penggalian hukum Islam.
Ali Yusuf menekankan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah harus menjadi rujukan utama dengan pendekatan yang holistik.
Ijtihad tidak hanya mempertimbangkan teks secara tekstual, tetapi juga memperhatikan konteks zaman dan tujuan utama syariat (maqāshid as-syarī’ah) agar relevan dengan persoalan kontemporer. Pemahaman wasathiyah juga penting dalam ibadah.
Ali Yusuf menekankan perlunya membedakan antara perkara mahdlah (ta’abbudiyah) yang bersifat irasional dan ghair mahdlah (ta’aqquliyah) yang bersifat rasional, serta memahami perbedaan antara hukum yang definitif (qath’iy) dan spekulatif (dzanni). Pendekatan ini menghasilkan solusi hukum yang proporsional dan aplikatif.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan perubahan sosial yang cepat, wasathiyah menjadi nilai inti yang menjaga keseimbangan umat Islam.
Moderasi yang komprehensif ini memastikan Islam tetap relevan sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News