UM Surabaya

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي َلَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. (QS. Al-Hijr (15): 39-40).

Ketika Iblis dikutuk Tuhan dan diusir dari sorga, al-Qur’an menceritakan dialog antara Iblis dan Tuhan. Dialog lengkap bisa kita baca dalam surat al-Hijr (15) ayat 28-44. Berikut ini petikannya:

“Keluarlah kamu dari sorga. Sungguh kamu terkutuk. Dan kutukan itu akan berlaku sampai hari kiamat” kata Tuhan

“Ya Tuhanku, kalau begitu beri tangguhlah aku sampai hari nanti ketika manusia dibangkitkan”, pinta Iblis. Maksudnya iblis minta siksa pada dirinya ditangguhkan dulu sampai nanti pada hari berbangkit.

“Baik, kamu diberi penangguhan sampai waktu tertentu”,

“Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan aku sesat, maka akan aku jadikan (kejahatan) tampak indah bagi mereka (penghuni) bumi dan akan aku sesatkan mereka semua. Kecuali hamba-hambamu yang ikhlas diantara mereka”, kata Iblis.

Tekad Iblis ini diulang lagi dalam al-Qur’an surat Shad (38) ayat 82-83. Iblis bertekad menyeret semua manusia ke dalam kesesatan. Setiap kemaksiatan akan  dibuat nampak indah sehingga manusia mudah tergiur. Namun sekali lagi Iblis mengakui ada satu kelompok yang dia tidak sanggup menyeretnya yaitu kelompok mukhlasin, orang-orang yang ikhlas.

Setiap kelompok sanggup dia pedayakan sehingga tersesat. Orang pandai sanggup dia sesatkan. Orang kaya sanggup di sesatkan. Orang miskin, orang kota, orang desa, orang sibuk, orang alim, orang ibadah dan siapa pun juga iblis merasa sanggup menyesatkan mereka semua. Kecuali orang yang ikhlas. Hanya kepada kelompok ini iblis tak berdaya.

Siapakah orang ikhlas yang hebat ini?

Ikhlas ada di hati. Tak seorang pun dapat menebaknya. Hanya Allah dan orang itu sendiri yang tahu. Ikhlas tidak bisa dilihat dari tampilan luar. Orang yang tampak ikhlas boleh jadi sedang menyimpan udang di balik batu. Demikian pintarnya dia menyembunyikannya sehingga orang lain tak tahu lalu terpesona.

Seorang pahlawan yang mati di medan juang dielu-elukan banyak orang. Ternyata di sisi Tuhan dia berjuang hanya ingin dipuja sebagai seorang pemberani. Maka hilang semua pahala perjuangannya. Seorang hartawan menyumbang banyak uang. Di mata Tuhan diketahui tak lebih dari orang yang ingin dipuji sebagai dermawan. Maka semua bantuan itu tidak menghasilkan kebaikan apa-apa di sisi Tuhan. Seorang pandai banyak menyumbangkan ilmunya kepada masyarakat. Ternyata dia hanya ingin dikagumi sebagai ilmuwan besar. Maka kebaikannya tidak punya arti apa-apa di sisi Tuhan.

Keikhlasan adalah roh setiap perbuatan. Dia tidak membutuhkan pernyataan apapun dari pelakunya. Yang paling nyaring menyatakan ikhlas melakukan sesuatu jangan-jangan justru paling tidak ikhlas.

Ikhlas memang tersembunyi di hati. Tetapi ada pendapat yang mengurai tanda-tanda ikhlas. Dalam  buku “Quantum Ikhlas” Erbe Sentanu menyebut komponen ikhlas meliputi sikap syukur, sabar, fokus, tenang dan bahagia. Pendapat lain menyebut unsur ikhlas terdiri atas rasa gembira, sabar, syukur dan cinta. Kita mungkin bisa menggunakan sebagai ancar-ancar untuk diri kita sendiri.

Pertama: gembira. Orang ikhlas melakukan sesuatu dengan gembira. Penyumbang yang ikhlas memberikan bantuan dengan hati gembira, bukan dengan terpaksa. Dia gembira karena bisa menggembirakan orang lain. Seorang guru  yang ikhlas mengajar muridnya dengan hati gembira. Seorang karyawan melaksanakan pekerjaannya dengan gembira. Seorang perawat merawat pasien dengan gembira, tidak dengan hati jengkel.

Seorang anak yang berbakti kepada orang tua dengan ikhlas, hatinya gembira ketika dapat membuat hati orang tuanya senang. Itu dilakukan bukan karena terpaksa atau sekedar melakukan kepantasan sebagai kewajiban seorang anak.

Apakah Anda gembira atas kedatangan tamu Anda? Kalau ya, itu salah satu tanda Anda menerima tamu itu dengan ikhlas. Tetapi jika dalam hati Anda ingin tamu itu segera pulang, maka sesungguhnya hati Anda belum sepenuhnya ikhlas atas kehadirannya.

Yang perlu diingat bahwa ikhlas itu hanya berkaitan dengan kebaikan, dengan ketaatan kepada Allah. Tidak berkaitan dengan pelanggaran. Tidak ada istilah ikhlas dalam kemaksiatan. Jika seseorang menyumbangkan uang untuk membeli minuman keras dengan perasaan gembira, maka perbuatan dan sikap itu tidak termasuk ikhlas karena maksiat.

Kedua: Syukur. Seorang yang ikhlas selalu bersyukur terhadap keadaan dirinya. Dia bisa menikmatinya. Bersyukur adalah berhenti sejenak untuk menikmati apa yang ada pada kita. Kita berhenti sejenak menikmati usia yang kita miliki. Sementara orang-orang yang sebaya dengan kita sudah banyak yang wafat, kita masih diberi kehidupan. Kita punya kesempatan memperbanyak kebaikan dan memohon ampunan. Kita menyukuri kemurahan Tuhan ini dengan sepenuh hati.

Orang bersyukur dapat menikmati guyuran air ketika mandi sampai terasa di semua pori-pori tubuhnya. Dia menikmati sarapan pagi yang disiapkan istrinya. Menikmati sedap baunya, merasakan gurih dan segarnya ketika mengunyah sehingga pagi itu benar-benar pagi yang indah.

Dia menikmati karunia kesehatan. Tangannya masih bisa mengepal dengan kuat. Telinganya masih bisa mendengarkan lagu. Lidahnya masih fasih berbicara. Sementara kawan sebaya banyak yang terbaring sakit. Ada yang stroke tak berdaya. Tangan atau kakinya lumpuh. Lidahnya pelo tak jelas apa yang diucapkan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk dirinya sendiri apalagi untuk orang lain. Dia menjadi beban keluarga. Bersyukur adalah berhenti sejenak untuk menikmati apa yang kita miliki, bukan berpikir apa yang kita inginkan. Orang yang bersyukur demikian akan memudahkan hatinya berlaku ikhlas.

Setan ingin melumpuhkan semangat ikhlas dengan jalan menghilangkan rasa syukur. Karena itu yang ingin dihancurkan setan lebih dahulu dari manusia adalah rasa syukur. Jika rasa syukur telah sirna, sulit bagi manusia bisa ikhlas. Inilah tekad setan menghancurkan rasa syukur yang diceritakan alquran:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي َلأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ َلآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Setan berkata: “Karena Engkau menghukum aku tersesat, maka aku akan selalu merintangi mereka (manusia) dari jalan Mu yang lurus. Aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan tidak Kau dapati dari sebagian besar manusia mau besyukur” (QS. Al-A’raf (7): 16-17)

Ketiga: Sabar. Orang ikhlas adalah orang yang sabar. Tetapi makna sabar bukan menyerah pada keadaan, bukan mengelus dada, bukan tidak berdaya. Sabar di sini punya empat sifat. Pertama, tidak terburu-buru. Kedua, tekun, teguh, tabah dan keras kemauan. Ketiga: sistematik, terencana dengan baik. Keempat: sikap gembira dan pasrah menerima kenyataan. Orang yang tidak sabar sulit melakukan keikhlasan. Dia akan sulit mengendalikan emosinya.

Keempat: Cinta. Inilah unsur yang terpenting dalam ikhlas. Seseorang selalu siap berkorban untuk sesuatu yang dicintainya. Dia gembira bisa memberi dan tidak pernah menyesal atas akibat yang timbul disebabkan melakukan sesuatu demi cintanya.

Cinta seorang ibu kepada anaknya mungkin merupakan contoh paling jelas betapa cinta telah membuat seorang  ibu ikhlas melakukan segala hal demi anaknya. Komponen ikhlas berkumpul dalam diri seorang ibu ketika memberikan cintanya kepada buah hatinya. Rasa gembira, syukur, sabar menyatu dalam diri seorang ibu. Dia memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.

Malam hari dia korbankan waktu tidurnya, tetapi dia merasa gembira. Dia korban tenaga dan waktu untuk melatih makan, melatih berjalan, melatih segala hal. Tidak pernah mengeluh bahkan gembira. Ketika anak sakit, dia pertaruhkan segalanya demi pulihnya kesehatan anak. Dan anehnya, setelah mempertaruhkan segalanya untuk anak, ketika anak itu besar dia relakan anaknya pergi meninggalkan dirinya, berumah tangga sendiri. Semua dia lakukan demi kebahagiaan anak-anaknya.

Baca Juga : Pengingkar dan Penganut Jalan Bengkok

Ketulusan orang tua kepada anak adalah contoh keikhlasan yang nyata dalam memberi. Dia tidak berharap apa-apa kecuali kebahagiaan bagi anaknya.

Menyatukan rasa gembira, sabar, syukur dan cinta dalam perbuatan agar menjadi ikhlas memang perlu latihan terus menerus. Demikian tangguhnya sifat-sifat itu dalam diri orang yang ikhlas sehingga pantas setan tidak sanggup menembus benteng ikhlas itu. (Noercholis Huda)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini