Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Arin Setyowati, mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% di akhir tahun 2024 dapat berdampak besar pada daya beli masyarakat dan kestabilan konsumsi domestik.
“Kenaikan PPN ini menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, yang berarti konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya, pada Selasa (24/12/2024).
Arin lalu menjelaskan, konsumsi rumah tangga di Indonesia berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Oleh karena itu, peningkatan beban pada daya beli masyarakat berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
“Sektor usaha, terutama UMKM yang bergantung pada permintaan domestik, juga akan terdampak karena penurunan konsumsi,” jelas dia.
Lebih lanjut Arin menuturkan, meskipun kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 6,5% merupakan langkah positif untuk meningkatkan pendapatan pekerja.
Dampaknya terhadap perekonomian masih terbatas jika dibandingkan dengan beban tambahan akibat kenaikan PPN.
“Kenaikan UMK lebih terasa bagi pekerja formal di sektor tertentu, sementara sektor informal yang menyerap mayoritas tenaga kerja sering kali tidak merasakan dampak langsung dari kebijakan ini,” papar Arin.
Di sisi lain, imbuh dia, kenaikan UMK dapat meningkatkan biaya produksi bagi pelaku usaha, khususnya di sektor padat karya, sehingga menambah potensi inflasi dari sisi biaya produksi.
Kombinasi antara kenaikan PPN dan UMK menciptakan dilema kebijakan yang kompleks. Di satu sisi, kenaikan UMK memberikan insentif bagi pekerja, namun tidak cukup untuk mengimbangi dampak dari kenaikan PPN terhadap harga barang dan jasa.
“Secara makroekonomi, kebijakan ini berisiko meningkatkan inflasi di akhir 2024, mengingat inflasi pada November lalu tercatat sebesar 1,55%. Hal ini bisa terjadi jika pelaku usaha mengalihkan beban pajak dan kenaikan upah kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga,” beber Arin.
Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari peningkatan pendapatan negara dan daya beli pekerja bisa terganggu oleh inflasi yang lebih tinggi.
Dampak ini juga dapat mempersulit pemerintah dalam mencapai target untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Arin menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan langkah mitigasi seperti memberikan insentif kepada sektor usaha kecil dan menengah atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan.
“Selain itu, kebijakan fiskal yang lebih progresif, seperti mengenakan pajak tambahan bagi kelompok berpenghasilan tinggi, bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani konsumsi domestik,” katanya.
Dengan kebijakan yang lebih terarah, terang dia, dampak negatif dari kenaikan PPN dan UMK dapat diminimalkan, sehingga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga. (uswah sahal)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News