*) Oleh: Chalid Utomo, S.IP,
Pengurus Majelis Tabligh PRM Suko, Sidoarjo
Setiap akhir tahun, diskusi tentang boleh atau tidaknya umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani yang merayakannya hampir selalu menjadi perbincangan. Perdebatan ini kerap mengundang pro dan kontra, baik dari sisi agama maupun sosial.
Namun, jika kita merujuk kepada tuntunan syariat Islam serta norma tata susila umum, tidak ada kewajiban untuk mengucapkan selamat pada hari raya agama lain. Tidak mengucapkan selamat, dalam konteks ini, tidaklah berdosa, tidak melanggar hukum negara, dan tidak melanggar norma sosial.
Mengucapkan atau tidak mengucapkan selamat hari raya kepada penganut agama lain seringkali dikaitkan dengan konsep toleransi. Namun, penting untuk memahami bahwa prinsip dasar toleransi dalam Islam adalah tidak mengganggu ibadah dan ritual agama lain.
Jika prinsip ini dijaga, maka seorang Muslim sudah dianggap menjalankan sikap toleransi yang baik. Dengan kata lain, toleransi tidak berarti harus berpartisipasi dalam perayaan keagamaan orang lain, termasuk dengan mengucapkan selamat.
Mengapa Tidak Perlu Mengucapkan Selamat?
Faktanya, banyak saudara-saudara kita dari agama lain yang tidak mengharapkan ucapan selamat dari umat Muslim atas perayaan hari besar mereka. Namun, sebagian umat Islam justru berinisiatif memberikan ucapan selamat, bahkan menunjukkan sikap seolah-olah turut merayakan.
Akibatnya, hal ini dapat menciptakan budaya timbal balik, seperti saling mengucapkan selamat ketika umat Muslim merayakan Idul Fitri atau Idul Adha. Pada akhirnya, tradisi semacam ini dapat berkembang menjadi ritual baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip akidah Islam.
Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw memberikan panduan yang jelas tentang sikap umat Islam terhadap perayaan agama lain. Misalnya, dalam surah Al-Kafirun ayat 1–6 disebutkan:
“Lakum diinukum wa liya diin” (“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”).
Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memiliki batas yang tegas terhadap agama lain. Tidak ada ruang untuk mencampuradukkan akidah, baik secara lahiriah maupun batiniah.
Oleh karena itu, mengucapkan selamat pada perayaan agama lain dapat dianggap sebagai pengakuan atau persetujuan terhadap keyakinan tersebut, yang dalam beberapa konteks, dapat membahayakan akidah seorang Muslim.
Sebagai contoh, Rasulullah saw sendiri menolak dengan tegas ajakan kaum Quraisy untuk kompromi dalam hal peribadatan.
Ketegasan ini menjadi teladan bagi umat Islam untuk tidak terlibat, bahkan dalam bentuk yang tampaknya sederhana, seperti ucapan selamat.
Pandangan Al-Qur’an Tentang Kekafiran
Allah SWT dengan jelas menyatakan dalam surah Ali Imran ayat 19: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.”
Ayat ini menegaskan bahwa hanya Islam yang diterima oleh Allah SWT sebagai agama yang benar. Seluruh agama dan kepercayaan lain ditolak, sehingga segala bentuk amal ibadah yang dilakukan penganut agama lain tidak akan diterima di sisi-Nya (Ali Imran: 85).
Maka, mengucapkan selamat kepada perayaan agama lain bisa diartikan sebagai bentuk dukungan terhadap keyakinan yang bertentangan dengan prinsip Islam.
Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang menunjukkan sikap Allah terhadap kekafiran:
“Maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 98)
“Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.” (Al-Baqarah: 276)
“Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali Imran: 32)
Ayat-ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah SWT tidak menyukai kekafiran. Sebagai umat Islam, sudah seharusnya kita menjauhkan diri dari tindakan yang dapat diartikan sebagai dukungan terhadap kekafiran, sekecil apapun bentuknya.
Sikap yang Dianjurkan
Bukan berarti seorang Muslim tidak boleh berbuat baik atau menjaga hubungan harmonis dengan pemeluk agama lain. Islam sangat menekankan akhlak mulia dalam berinteraksi dengan siapa pun, termasuk non-Muslim.
Rasulullah saw telah memberikan teladan dalam hal ini, seperti bagaimana beliau memperlakukan tetangga non-Muslim dengan kasih sayang dan keadilan.
Namun, berbuat baik tidak berarti harus melanggar prinsip-prinsip akidah. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab RA: “Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka.” (HR Al-Baihaqi).
Ucapan ini menegaskan bahwa menjaga jarak dari perayaan agama lain, termasuk tidak mengucapkan selamat, merupakan bentuk perlindungan terhadap akidah.
Sebagai umat Islam, kita dapat tetap menjadi pribadi yang baik dan toleran tanpa harus mengucapkan selamat pada hari raya agama lain.
Toleransi yang sejati adalah menghormati keyakinan orang lain tanpa harus ikut serta dalam ritual atau tradisi mereka. Hal ini sudah cukup untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat yang majemuk.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita agar tetap berada di jalan yang lurus dan melindungi akidah kita dari segala bentuk penyimpangan. Nashrun minallah wa fathun qarib. Wallahu a’lam bishawab. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News