Mari Perbincangkan Ruh Keindonesiaan yang Otentik Tanpa Kemarahan
UM Surabaya

Terseoknya ikhtiar Indonesia mewujudkan ekonomi yang berkeadilan, mengatasi problem kemanusiaan, dan menegakkan keadilan hukum, tidak terlepas dari komitmen para elite untuk tegak lurus menjalankan amanat konstitusi.

Hal ini dibuktikan dengan menebalnya kontras antara visi Indonesia yang digariskan oleh para pendiri bangsa dengan realitas hari ini.

Mengutip sekian masalah yang kini menjadi fakta objektif bangsa Indonesia: korupsi yang menggila, asas pragmatisme utang luar negeri yang terus berakumulasi lebih dari Rp 7.000 triliun.

Juga tidak adanya kebijakan progresif untuk mengambil risiko mengatasi kesenjangan sosial, hingga menguatnya kolaborasi antara liberalisme, kapitalisme, dan oligarki politik dan bisnis pasca reformasi.

Jelas bagi yang korup, mereka tidak memahami sukma dari negara ini hadir dan bagaimana para pejuang bangsa kita mengorbankan jiwa untuk Indonesia merdeka hari ini.

Saya menantang keberanian para elite yang maju dalam kontestasi politik 2024 untuk mengangkat masalah substantif ini.

Kita perlu memperbincangkan dengan argumen yang kuat, ruh dan nyawa Keindonesiaan yang otentik tanpa kemarahan.

Bila perlu tanpa saling menyalahkan, tapi apakah kita sebagai bangsa terbuka untuk membicarakan ini?

Isu-isu di atas memiliki urgensi untuk diangkat agar hajat hidup bangsa Indonesia tidak disepelekan sebagai komoditas politik semata.

Tapi, bisakah para elite yang mau berkontestasi di 2024 memperbincangkan persoalan-persoalan krusial ini?

Kalau tidak, maka dia memperoleh mandat dari rakyat akan punya beban berat soal korupsi, utang luar negeri, kesenjangan, kemiskinan, dan beban menghadapi oligarki yang tidak muda.

Para elite di legislatif dan eksekutif sepatutnya berhenti berdebat soal pragmatisme pemilu terkait pasangan politik untuk kemudian beralih pada topik yang lebih dibutuhkan rakyat.

Sehingga topik-topik menyangkut kedaulatan negara semisal penguasaan sumber daya alam, yang semuanya harus mengacu pada dasar konstitusi.

Indonesia harus jelas arahnya. Ke depan oke ada stagnasi, masih bisa dimaklumi.

Tapi kalau distorsi, deviasi dari cita-cita para pendiri bangsa, saya yakin bahwa kontestasi pemilu yang begitu mahal itu kemudian hanya menjadi beban bagi generasi yang akan datang.

Maka, mari kita kawal Pemilu 2024 dengan memastikan para elite yang berkontestasi mulai bicara tentang gagasan, tentang Indonesia, tentang Keindonesiaan dan masa depan Indonesia.

Ini agar Indonesia tetap menjadi milik kita semua, bukan Indonesia milik satu golongan. Bukan Indonesia milik satu orang, dan bukan Indonesia milik satu kelompok. (*)

(Disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam gelar wicara Gagas RI Kompas Gramedia Media bertajuk “Ekonomi, Keadilan, dan Kemanusiaan”)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini