Menunaikan Ibadah Haji dengan Dana Talangan Bagaimana Hukumnya?
foto: risingkashmir.com
UM Surabaya

Ibadah haji adalah perjalanan spiritual menuju rahmat dan berkah Allah SWT. Ia merupakan salah satu dari lima pilar utama dalam agama Islam yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada umat-Nya.

Penting bagi umat Islam untuk memastikan bahwa ibadah haji ini memperkuat fondasi Islam, bukan sebaliknya.

Hal ini dapat dicapai dengan melaksanakan ibadah sesuai dengan rukun, syarat, dan ketentuan yang telah ditetapkan. Ibadah haji juga merupakan kelengkapan dari rukun Islam yang ada.

Baru-baru ini, terdapat inovasi menarik dalam industri perbankan syariah, yaitu diluncurkannya produk pembiayaan talangan haji.

Inovasi ini dianggap sebagai langkah positif yang memberikan kemudahan bagi masyarakat muslim dalam mewujudkan impian mereka untuk menjalankan ibadah haji, salah satu pilar penting dalam agama Islam.

Akan tetapi, kehadiran pembiayaan talangan haji sebagai hasil dari perkembangan pemikiran dan peradaban manusia membutuhkan evaluasi yang cermat dari kita sebagai umat Islam.

Hal ini penting agar kita dapat menentukan sikap yang tepat terhadap keberadaan dana talangan haji.

Pada dasarnya, naik haji itu tidak wajib hukumnya atas orang yang belum mempunyai isthitha’ah (kemampuan).

Allah Swt berfirman:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.

Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran, 3: 97)

Orang yang menggunakan layanan pembiayaan talangan haji belum dapat diklasifikasikan sebagai orang yang memiliki kemampuan finansial yang memadai (istitha’ah).

Hal ini karena mereka memaksa diri dengan mencari pinjaman atau berutang kepada pihak lain.

Penggunaan dana talangan haji berpotensi menyulitkan mereka secara finansial.

Meskipun terdapat manfaat dalam menggunakan dana talangan haji, namun kerugian yang mungkin terjadi juga tidak sedikit.

Prinsip dasar dalam usul fikih menegaskan pentingnya menghindari kerugian daripada mendapatkan manfaat. Umat Islam juga diperintahkan untuk waspada terhadap setiap potensi kerugian (sadd al-dzariah).

Jika seseorang tidak memiliki cukup biaya, maka tidak diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji.

Tidak perlu berutang hanya demi melakukan sesuatu yang belum menjadi kewajiban.

Lebih baik menabung sehingga jika Allah memberikan kesempatan di masa depan untuk pergi ke Baitullah, kita dapat melaksanakan ibadah dengan hati yang lebih tenang, damai, dan khusyuk. (*)

Sumber: muhammadiyah.or.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini