Transformasi Nilai Ibadah Kurban Dalam Pranata Kehidupan Dunia Modern
Siti Ruhaini Dzuhayatin. foto: muhammadiyah.or.id
UM Surabaya

Semangat beribadah ubudiyah maupun muamalah yang dilakukan oleh umat Islam harus bertransformasi ke dalam etika-etika modern-berkemajuan yang aktual dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan universal.

Transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam praktik kehidupan manusia modern itu telah diperagakan oleh Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan.

Hal itu bertujuan untuk bagaimana pemahaman-pemahaman kita terhadap nilai keagamaan termasuk berkurban ini menjadi pilar bagi nilai-nilai modern apa yang disebut sebagai nation state atau negara bangsa.

Sebagai realitas yang dijalankan oleh umat Islam yang berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka ibadah-ibadah yang dilaksanakan oleh setiap individu muslim harus dimaknai sebagai usaha atau ikhtiar untuk mengaktualisasikan pandangan Muhammadiyah terhadap Indonesia, yaitu sebagai Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah.

Kenyataan tersebut seharusnya mendorong kesadaran muslim untuk mengisi pranata kehidupan dunia modern dengan nilai-nilai keislaman yang kokoh.

Termasuk mentransformasikan nilai ibadah kurban ke pranata tersebut. Bahkan bukan hanya ke negara, tetapi transformasi tersebut juga dimasukkan ke nilai-nilai ha asasi manusia (HAM).

Prinsip hak asasi di dalam Islam itu yang pertama adalah bagaimana membuat orang yang lapar itu menjadi kenyang, dan bagaimana membuat orang yang khawatir itu menjadi aman.

Prinsip tersebut membuka mata dunia, sekaligus membangun kesadaran bagi muslim bahwa dalam melakukan ibadah juga beraspek luas.

Sebagai contoh, pelaksanaan ibadah kurban bukan semata sebagai konsekuensi atas keimanan, tetapi ibadah kurban juga memiliki dimensi atau aspek pada pemenuhan kebutuhan orang yang terpinggirkan.

Dalam praktik ibadah kurban memiliki konsep solidaritas, mengasihi dan keadilan.

Berkaca dari itu, bahwa prinsip-prinsip yang ada dalam HAM modern sudah ada dalam Islam. Maka tidak berlebihan jika mengatakan konsep atau asas HAM yang dimiliki oleh PBB bernafaskan Islam.

Termasuk secara de facto, dalam deklarasi HAM yang dilaksanakan pada 1948 terdapat empat negara Islam yang terlibat langsung yaitu Arab Saudi, Republik Islam Iran, Republik Turki dan yang keempat adalah Yordania.

Keempat negara Islam tersebut bukan hanya mendeklarasikan, tetapi juga ikut merumuskan HAM. (*)

(Disampaikan Prof. Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah, 16 Juni 2023)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini