Soal Politik, Ada Mazhab Spiral dan Supra di Muhammadiyah
Ridho Al-Hamdi di Seminar Nasional FISIP PTMA di UMJ. foto: muhammadiyah.or.id
UM Surabaya

Kader Muhammadiyah sepantasnya tidak anti dan alergi terhadap politik. Justru Muhammadiyah akan mendorong kader-kadernya untuk terlibat dalam politik tetapi tidak menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis.

Jika melihat lebih jeli, hubungan Muhammadiyah dengan politik yang dibagi ke dalam dua fase. Pembagian tersebut ditemukan berdasarkan penelitian yang dibatasi hingga tahun 2020.

Fase pertama terjadi sekitar 1912 hingga 1971. Pada fase ini, kader Muhammadiyah sadar akan pentingnya Muhammadiyah bergabung dengan sebuah partai politik.

Tidak ada aturan resmi yang menyatakan larangan bagi kader Muhammadiyah bergabung dalam partai politik. Pada masa itu kader Muhammadiyah membentuk partai politik, misalnya PII (Partai Islam Indonesia).

Fase kedua terjadi sekitar 1971 hingga 2020. Boleh jadi fase kedua masih terjadi hingga saat ini. Di mana Muhammadiyah sampai detik ini tidak ada partai. Warga Muhammadiyah salurannya saat ini adalah menjadi tim sukses (timses).

Kader Muhammadiyah saat ini berdiaspora ke mana-mana dalam artian tersebar di berbagai partai politik dan turut menjadi simpatisan partai politik dengan menjadi timses.

Pasti Muhammadiyah tidak akan mengeluarkan pernyataan yang mendukung capres-cawapres tertentu atau mendukung parpol mana pun secara resmi.

Hasil Muktamar Solo 2022 menyatakan perlunya diaspora kader Muhammadiyah ke legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Memang terjadi dilema. Hal itu seiring dengan terdapatnya dua mazhab di kalangan warga persyarikatan tentang hubungan Muhammadiyah dan politik.

Mazhab pertama adalah akal skripturalis-rasional disingkat spiral. Mazhab ini cenderung tidak begitu menyukai apabila Muhammadiyah terlibat dalam politik praktis. Yang menempatkan Muhammadiyah sebagai kelompok kepentingan atau interest group dan kekuatan moral atau moral force.

Mazhab lainnya, yaitu akal substansialis-pragmatis disingkat supra. Orang-orang bermazhab supra memiliki ketertarikan untuk terlibat langsung dalam politik karena menurutnya perjuangan dapat dilakukan melalui jalur politik.

Sebagian warga Muhammadiyah menginginkan kejelasan posisinya Muhammadiyah mendukung siapa.

Dalam konteks Pemilu 2024, sebaiknya jangan alergi tapi harus merumuskan bersama. Kami menerima input dalam isu politik praktis dan menjelang Pemilu 2024. (*)

(Disampaikan Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi dalam Seminar Nasional FISIP PTMA di UMJ, 21 Juni 2023)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini