Adat basandi Syara’. Syara’ basandi kitabullah (adat bersendi Syara’, dan Syara’ bersendi kitabullah). Inilah yang membuat Minangkabau menjadi satu daerah yang berbeda dengan daerah lain.
Syariat Islam di Minangkabau menjadi ruh sekaligus tumpuan bagi segala adat yang berkembang di sana
Musala yang ada di Bandara Internasional Minangkabau bisa menjadi bukti akan penerapan syariat Islam yang menjadi adat dalam membangun sendi-sendi keagamaan dan kemasyarakatan.
Bandara ini bisa dibilang pertama dan satu-satunya di negara ini bahkan di dunia yang menggunakan nama etnik sebagai nama bandaranya.
Fasilitas pendukung banda ini semuanya menggunakan nama dan istilah Minang.
Berikut gedung terminal penumpangnya merupakan gedung terbesar di Indonesia dengan arsitektur Minangkabau.
Setidaknya ada beberapa hal yang unik dan berbeda dari fasilitas musala di bandara Minangkabau ini.
Pertama, tempat musala terpisah agak jauh dari toilet. Toilet dan musala dipisahkan oleh tembok. Dari toilet kita harus melenggang beberapa langkah menuju musala.
Hal ini berbeda dengan musala di bandara lain di mana letak keduanya berdekatan.
Kedua, musala lebih besar dibanding musala-musala bandara lainnya. Hal ini membuat jamaah yang salat lebih leluasa untuk melakukan rukuk dan sujud.
Musala yang luas bisa menampung belasan sampai puluhan orang untuk salat berjamaah dengan beberapa saf. Kalau musala bandara pada umumnya terkadang campur dan kurang kurang leluasa dalam rukuk dan sujud.
Ketiga, pemisahan pria dan wanita. Di musala bandara Minangkabau ini terlihat pemisahan tempat salat pria dan wanita dengan tempat wudu sendiri-sendiri.
Musala di Bandara Internasional Minangkabau terlihat dari luar sudah jelas arah dan tempatnya untuk pria dan wanita. Pria sebelah kanan dan wanita sebelah kiri.
Kalau musala bandara pada umumnya bercampur antara pria dan wanita, maka musala bandara ini menjadi pembeda karena dalam syariat Islam harus dipisahkan shaf pria dan perempuan.
Pembatas tempat bagi pria dan wanita terlihat dengan adanya papan pemisah, sehingga tidak memungkinkan pria dan wanita berkumpul atau bertemu dalam satu tempat. Pemisahan pria dan wanita ini dilandasi oleh syariat Islam yang mengatur soal itu.
Keempat, dikumandangkannya suara azan pertanda waktu salat wajib. Suara azan menggema melalui pengeras suara, hingga menembus semua sudut dan ruang-ruang di bandara. Makanya, jangan kaget kalau Anda tiba-tiba mendengar suara azan pas waktu salat wajib.
Kumandang azan di bandara terdengar sendu dan syahdu. Tanpa komando, para penumpang yang menunggu pesawat bergerak menuju musala. Setelah melepas sandal atau sepatu, mereka menuju tempat wudu, lalu masuk musala.
Ketaatan dan kepatuhan pada syariat Islam ini membuat keberadaan musala di Bandara Internasional Minangkabau berbeda dengan musala di bandara-bandara lainnya yang tidak berbasis syariat Islam.
Hal ini menunjukkan bahwa adat bersendi syara’ dengan merujuk pada tuntunan Islam bisa ditegakkan atau dilaksanakan.
Adanya realitas ini juga menguatkan jika musala Bandara Internasional Minangkabau layak disebut musala profetik. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News