Sejarah 1 Muharram dan Filosofinya
foto: muslim.sg
UM Surabaya

Dimulai ketika seorang Gubernur Abu Musa Al-Asyari menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khattab ra.

Kepada pemimpin tersebut, Ia mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun. Hal inilah yang menyulitkannya saat penyimpanan dokumen atau pengarsipan.

Kondisi inilah yang mendasari dibuatnya kalender Islam, yang mana saat itu umat muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam tanpa angka tahun, hanya sebatas bulan dan tanggal.

Rasulullah saw sendiri menggunakan kalender ini sebagai penyempurnaan waktu. Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memaju mundurkan bulan atau hari yang semestinya masyarakat jahiliah ketika itu.

Sejarah Tahun Baru Islam

Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun. Pada zaman sebelum Nabi Muhammad saw, orang- orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai peristiwa apa pun. Tapi hanya menggunakan hari dan bulan sehingga cukup membingungkan.

Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad saw lahir pada Tahun Gajah. Hal ini menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan masyarakat Arab tidak menggunakan angka dalam menentukan tahun.

Berawal dari sini, para sahabat Rasulullah berkumpul untuk menentukan kalender Islam. Salah satunya yang hadir adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mereka mengusulkan kalender Islam berdasarkan hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Ada juga yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad saw diangkat sebagai rasul.

Namun, usul yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau mengusulkan agar kalender Hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah.

Dari usul Ali Bin Abi Thalib inilah sejarah kalender Islam pertama kali dibuat dan sejarah tahun baru Islam muncul.

Total 12 bulan dalam sistem penanggalan Islam juga tercantum dalam Alquran surat At Taubah ayat 36-37:

“Inna ‘iddatasy-syuhụri ‘indallāhiṡnā ‘asyara syahran fī kitābillāhi yauma khalaqassamāwāti wal-arḍa min-hā arba’atun ḥurum, żālikad-dīnul-qayyimu fa lā taẓlimụ fīhinna anfusakum wa qātilul-musyrikīna kāffatang kamā yuqātilụnakum kāffah, wa’lamū annallāha ma’al-muttaqīn.”

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.

Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Kenapa Muncul Kata Muharram?

Salah satu bulan yang paling utama dalam kalender Islam adalah Muharram. Kata Muharam sendiri, berasal dari kata yang diharamkan atau dipantang dan dilarang.

Ini bermakna pelarangan untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah, dan dianggap sharam.

Secara etimologis, Muharam berarti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna bahasa ini memang tidak terlepas dari realitas empiris dan simbolik yang melekat pada bulan itu, karena Muharam sarat dengan berbagai peristiwa sejarah baik kenabian maupun kerasulan.

Muharam dengan demikian merupakan momentum sejarah yang sarat makna. Disebut demikian karena berbagai peristiwa penting dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan itu.

Awal mula penamaan Muharam dengan maknanya, didasari dengan kepercayaan jika bulan ini merupakan awal yang baru dalam setahun.

Permulaan tersebut, di masa hijrah merupakan masa peperangan. Dalam sejarah pun disebutkan, jika bulan ini merupakan waktu yang sangat ditaati, bahkan ketika di Arab tak pernah terjadi peperangan.

Kenapa Muharram Begitu Istimewa?

Dalam Alquran Surah At-Taubah ayat 36, Allah mengabarkan 4 bulan agung (bulan-bulan haram) yang wajib dimuliakan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Pada bulan-bulan ini umat Islam dilarang menganiaya diri sendiri dan sebaliknya dianjurkan memperbanyak amal saleh. Allah menjadikan empat bulan ini (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) sebagai bulan haram (asyhurul-hurum).

Siapa yang beramal saleh pada bulan tersebut maka Allah akan melipatgandakan pahalanya. Sebaliknya siapa yang berbuat maksiat pada bulan- bulan itu maka dosanya berlipat pula.

Makna dan Keutamaan Bulan Muharram

Muharam adalah bulan yang spesial, dikarenakan bulan pembuka dalam kalender Hijriyah. Rasulullah saw bahkan menyebut Muharam sebagai bulan Allah karena keutamaannya.

Momentum tahun baru Hijriyah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal yang baik ke yang lebih baik lagi.

Rasulullah saw dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah. Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan Rasulullah saat beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Makna awal tahun baru islam juga memiliki makna yang mendalam bagi setiap muslim karena Makna tersebut lahir dari menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al-Quran.

Momentum awal tahun baru Islam bagi kaum Muslimin agar terus mampu dalam berkreasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menciptakan birokrasi yang modern, yang transparan, rapi dan bersih

Memaknai Tahun Baru Islam 

Pengingat kembali pada peristiwa hijrah sehingga meningkatkan kepercayaan kaum muslim akan kebenaran ideologi dan akidah yang dianut.

Tidak memedulikan segala macam gangguan yang bertujuan menggoda iman. Saat itu Rasulullah saw sangat percaya akan kesuksesan hijrah, dakwah dan sampainya beliau di hadapan para sahabatnya di Madinah, meski pun beliau melalui ancaman dan kesulitan besar dalam perjalanannya.

Mengenalkan kepada generasi muda akan momen kepahlawanan dari para sahabat dalam momen hijrah dan sejarah Islam.

Perjuangan Rasul dan para sahabatnya selama melakukan perjalanan itulah menjadi makna tahun baru hendaknya diresapi betul agar perjalanan penuh dengan pengorbanan itu sendiri menjadi pelajaran hidup bagi umat manusia.

Menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Alquran.

Hijrah dari suka minum minuman keras ke arah meninggalkan minum alkohol, hijrah dari suka main judi ke arah meninggalkan judi, hijrah meninggalkan suka menggunakan narkoba.

Intinya meninggalkan kebiasaan melanggar larangan-Nya menjadi taat melaksanakan perintah Allah Swt.

Tetapi, kenyataannya dalam kehidupan sekarang makna Tahun Baru Islam menjadi sesuatu pelajaran yang seolah tertinggal, tertutupi oleh meriahnya perayaan Tahun Baru Masehi yang memang sudah tradisi untuk dirayakan secara meriah oleh seluruh umat di dunia.

Maka sudah sepantasnyalah seluruh umat muslim di seluruh penjuru dunia untuk memaknai Tahun Baru Islam untuk berbenah diri (muhasabah diri), sejauh mana bekal yang disiapkan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian, selalu mencerminkan akhlak mulia, memiliki semangat baru untuk merancang dan menjalani kehidupan ke arah yang lebih baik.

Salah satu makna penting implementasi cinta setidaknya di masa endemi ini kita bisa mencintai diri dan keluarga serta masyarakat dengan menerapkan standar protokol kesehatan. Cintailah sesama dengan menggunakan masker, rajin cuci tangan dan menjaga jarak.

Amalan-Amalan di Tahun Baru Islam

1. Memperbanyak Puasa Sunah

Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah saw bersabda:

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah yang bernama Muharram”. (HR. Muslim)

2. Menghidupkan Puasa ‘Asyura dan Tasu’a (9-10 Muharram)

Rasulullah saw bersabda: “Dan puasa di hari ‘Asyura saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu.” (HR Muslim)

Nabi juga berpesan dengan hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas: “Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari.” (HR Ahmad, HR Al-Baihaqi)

Fadhillah melaksanakan puasa ‘Asyura adalah menggugurkan dosa selama setahun lalu. Mengenai puasa Tasu’a (9 Muharram) dilakukan sehari sebelum puasa ‘Asyura hukumnya pun sunah.

Dari Ibnu Abbas RA dia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Apabila (usia)-ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)

3. Memperbanyak Sedekah

Selain menghidupkan puasa sunah, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak sedekah. Sedekah pada bulan Muharram menurut Mazhab Maliki sangat dianjurkan.

Sementara mazhab lainnya tidak memberikan penekanan khusus, namun tidak memberi larangan untuk mengamalkannya.

Sebagaimana keutamaan Muharram, di mana Allah melipatgandakan pahala setiap amal saleh, maka memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim merupakan amalan yang disukai Allah.

Allah berfirman yang artinya:

“Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (sedekah) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugerah-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 261). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini