Pembakaran terhadap Alquran di Swedia dan Denmark akhir-akhir ini menjadi perbincangan dunia.
Mereka dikategorikan sebagai negara maju dan berpenduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Namun disayangkan oleh negara-negara Islam, perilaku buruk ini masih juga terjadi.
Tragisnya, ini terjadi di tengah masyarakat yang menjadikan demokrasi sebagai sistem bernegara. Betapa tidak, mereka secara tidak sadar membakar Alquran berarti melukai hati mereka yang mengagungkan Alquran.
Mereka pun mengatasnamakan kebebasan berekspresi dengan membakar kitab suci agama lain, guna mengubur cahaya Islam.
Alquran menarasikan bahwa cahaya profetik Islam ditutup agar tidak menerangi alam semesta, dan orang kafir menginfakkan hartanya.
Infak Orang Kafir
Alquran kembali dibakar di Swedia dan Denmark. Hal ini dilakukan dengan mengatasnamakan kebebasan. Kali ini, mereka menginjak kitab suci umat Islam itu, lalu membakar halaman-halamannya sebelum menutupnya.
Pelaku merupakan dua warga Swedia keturunan Arab, Salwan Momika dan Salwan Najem. Dua pria melakukan itu di luar gedung parlemen di Stockholm.
Aksi ini diketahui bukan yang pertama. Mereka juga sempat melakukan hal sama di luar masjid utama Stockholm pada bulan Juni, yang memicu kemarahan di seluruh Timur Tengah.
Keduanya juga menggelar protes serupa di luar kedutaan Irak di Stockholm pada 20 Juli. Di mana mereka menginjak Alquran tetapi tidak membakarnya.
“Saya ingin protes di depan parlemen Swedia dan menuntut agar Alquran dilarang,” bunyi permohonan izin protes Najem ke polisi dalam sebuah aplikasi, yang dilihat AFP, Senin (31/7/2023).
Apa yang terjadi di negara Skandinavia bukan hanya bar-bar tetapi menunjukkan keterbelakangan budaya modern.
Pihak berwenang di dua negara ini sengaja tidak bisa menghentikan dengan alasan kebebasan berekspresi, mereka terus memberikan izin untuk mengulangi tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional, dan hal ini menyebabkan kurangnya rasa hormat terhadap agama.
Fenomena seperti merupakan bentuk permusuhan terhadap Islam. Mereka menyisihkan waktu, pikiran dan bahkan harta mereka untuk meredupkan Islam.
Bukan hanya hanya orang Islam yang menyisihkan harta untuk memperjuangkan keyakinannya, orang kafir pun berjibaku untuk memperjuangkan keyakinannya guna menghadang laju umat Islam yang besar I di negara-negara maju.
Perlawanan sengit orang-orang yang memusuhi Islam dengan mengkonsolidasikan kekuatannya sudah dinarasikan Alquran dengan baik sebagaimana firman-Nya:
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُنْفِقُوْنَ اَمْوَا لَهُمْ لِيَـصُدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ فَسَيُنْفِقُوْنَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُوْنَ ۗ وَا لَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اِلٰى جَهَـنَّمَ يُحْشَرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu, kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam Neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan,” (QS. Al-Anfal : 36)
Alquran menunjukkan watak dasar orang kafir yang benci terhadap Islam, sehingga mengupayakan segara cara, termasuk menyisihkan harta mereka untuk diinfakkan.
Mereka secara total memerangi Islam dengan menyumpat dan menutup pintu tersebarnya Islam. Mereka bukan hanya hilang toleransinya tetapi terkubur akal sehatnya.
Betapa tidak, mereka begitu bangga membakar kitab suci umat Islam dan pemerintahnya juga tak bisa melarang begitu saja, dengan alasan tidak bisa menghalangi kebebasan berekspresi.
Kejahatan Profetik
Dalam pandangan orang kafir, Islam merupakan agama terbelakang yang harus dikubur. Anggapan itu mereka perjuangkan dengan berupaya untuk mengubur Islam dengan harta dan kekayaan mereka.
Penolakan terhadap Islam didasarkan adanya anggapan bahwa Islam agama terbelakang dan penyulut ideologi terorisme.
Sementara mereka secara tidak langsung menyulut aksi balas dendam karena umat Islam merasa terpanggil karena agamanya dilecehkan.
Negara-negara Barat yang diidentikkan dengan terdidik, ternyata hilang akal sehatnya, karena hal ini akan menciptakan ketidakharmonisan antara warga dan antar negara.
Hal ini ditunjukkan beberapa negara Islam di Timur Tengah sudah memanggil dan mengusir duta besar para pembakar Alquran.
Kalau pun ada aksi balas dendam atas aksi pembakaran itu, mereka kembali menuduh Islam sebagai sumber ajaran terorisme dan radikalisme.
Dasar pemikiran mereka sudah mengakar bahwa Islam sebagai agama yang salah dan harus dimarginalkan.
Orang kafir sudah apriori dan menolak apapun apa yang datang dari Islam. Karena cara berpikir ini, mereka mengupayakan segala cara untuk menolaknya.
Mereka mempertahankan keyakinannya dengan kokoh dan ingin memusnahkan Islam dari bumi mereka. Kalau pun Islam menunjukkan kebenaranya, maka mereka tetap berpegang pada keyakinannya.
Mereka memilih bisa meskipun apa yang mereka lihat pada Islam membawa kebenaran. Hal itu ditunjukkan Alquran sebagaimana firman-Nya:
وَاِ ذْ قَا لُوا اللّٰهُمَّ اِنْ كَا نَ هٰذَا هُوَ الْحَـقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَاَ مْطِرْ عَلَيْنَا حِجَا رَةً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائْتِنَا بِعَذَا بٍ اَ لِيْمٍ
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. Al-Anfal : 32)
Alquran demikian bagus mendeskripsikan sikap orang kafir yang menolak apapun yang datang pada Islam. Apa yang terjadi di Denmark dan Swedia sudah dicontohkan oleh Fir’aun yang menolak ajakan Nabi Musa, dan Abu Jahal yang melecehkan ajaran Nabi Muhammad.
Mereka dengan segala cara dan upaya menginfaqkan seluruh pikiran dan harta mereka untuk meredupkan cahaya Islam.
Mereka terus melakukan gerakan tipu daya untuk melawan kaum muslimin yang melakukan jihad profetik dengan menerapkan nilai-nilai Islam untuk menciptakan perdamaian dunia dan terciptanya kemaslahatan bersama. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News