Tantangan dan Peluang Integrasi Dialog Antara Agama dan Sains
Ilustrasi: thesciencefaith
UM Surabaya

Tantangan yang berkembang dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam fisika dan biologi, sering kali menuntut umat Islam untuk menjembatani kesenjangan antara akal dan keyakinan.

Dalam konteks tersebut, wacana islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai upaya untuk mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.

Fokus utama islamisasi ilmu pengetahuan tersebut terletak pada dua bidang penting, yakni fisika dan biologi, yang menjadi persinggungan dialog antara agama dan sains.

Dua persoalan mendasar muncul dari bidang-bidang tersebut. Pertama, tentang asal mula penciptaan alam semesta yang menjadi domain fisika. Kedua, mengenai identitas manusia pertama, yang melibatkan ranah biologi.

Kedua persoalan tersebut menggugah pertanyaan mendalam, mengajak kita merenung tentang bagaimana ilmu pengetahuan dan agama dapat saling melengkapi atau bahkan berselisih dalam memberikan jawaban.

Islamisasi ilmu pengetahuan biasanya fokus pada wacana fisika dan biologi. Kenapa? Karena dua cabang ilmu sains inilah yang memiliki persinggungan yang cukup kuat dengan agama.

Tantangan ini juga mencetuskan respons para pemuka agama, termasuk dalam konteks Islam, untuk melakukan revivalisasi dan tafsir ulang terhadap ajaran-ajaran agama dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Di tengah perjalanan ini, lahir karya-karya monumental seperti Ayat-Ayat Semesta karya Gus Pur sendiri dan Islam’s Quantum Question: Reconciling Muslim Tradition and Modern yang ditulis oleh Nidhal Guessoum.

Dua contoh karya ini menjadi wujud nyata dari upaya menemukan kesepakatan antara tradisi Muslim dan pengetahuan modern.

Kesesuaian Kitab Suci dan Sains

QS. Al Hadid, surat dalam Alquran yang berarti “besi,” menawarkan suatu pandangan menarik dalam konteks ini.

Kesesuaian antara tabel periodik unsur kimia dengan jumlah lafaz Allah dalam surat ini menarik perhatian.

Faktor kebetulan ataukah sebuah tanda keajaiban? Pertanyaan ini mengajak umat Islam untuk mempertimbangkan hubungan yang mendalam antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan agama.

Dalam QS. Al Hadid, unsur besi direpresentasikan oleh Fe dengan nomor atom 26 dalam tabel periodik. Menariknya, jumlah lafaz Allah dalam surat ini juga sama, yakni 26.

Kesejajaran ini, bagaimanapun ditafsirkan, memberikan isyarat tentang potensi interkoneksi antara dunia fisik dan spiritual, antara sains dan agama.

Ini mengingatkan kita bahwa meskipun terdapat perbedaan pendekatan dan bahasa di antara keduanya, islamisasi ilmu pengetahuan dapat merangkai kembali benang-benang yang terputus antara akal dan kepercayaan.

Dengan demikian, integrasi dialog antara agama dan sains dalam Islam tidak hanya menghadirkan tantangan, tetapi juga membawa peluang untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang penciptaan alam semesta dan eksistensi manusia.

Upaya untuk menafsirkan ajaran agama melalui lensa ilmu pengetahuan modern adalah langkah penting dalam merangkul kompleksitas dunia ini, sambil tetap menjaga ruang bagi spiritualitas dan keyakinan yang mendasari kehidupan manusia.(*)

(Disampaikan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Agus Purwanto dalam Kuliah Subuh di Masjid ITS, 8 Agustus 2023)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini