Bukan Sekadar Dapat Pengetahuan, Ini Keutamaan Menuntut Ilmu
Ilustrasi foto: londonlibrary
UM Surabaya

Menuntut ilmu merupakan salah satu ibadah sekaligus misi yang mulia.

Suatu ketika, sufi Abu Yazid al-Busthami (804-874 M) berkata, dirinya telah bermujahadah selama 30 tahun, tetapi tidak pernah merasakan perjuangan yang lebih berat dari mencari ilmu dan mencegah bahaya yang mengikutinya.

Hal lain yang harus diingat dalam menuntut ilmu adalah masa yang panjang. Tak cukup dan terlalu dini jika belajar hanya dilakukan puluhan hari. Belajar harus dilakukan dengan sungguh-sungguh selama bertahun-tahun.

Target mencari ilmu bukan sekadar mendapatkan pengetahuan, tapi juga memperbaiki diri, menghormati dan mencintai guru (shuhbatul ustaz), dan menginspirasi orang sekitar.

Ini adalah proses berjenjang dan memakan waktu, bahkan hingga sepanjang hayat. Karena itu, Abu Yazid al-Busthami mengatakan, mencari ilmu adalah amaliah yang tidak mudah.

Karena tidak mudah, setan pun berbisik, untuk mengabaikan dan meninggalkannya.

Diambil dari tulisan Imam Nawawi, Majmu’ Syarah Muhadzhab, ditulis sebagai berikut:

وقالَ الشّافِعِيُّ ﺭَﺣِﻤَﻪُ اﻟﻠَّﻪُ طَلَبُ العِلْمِ أفْضَلُ مِن صَلاةِ النّافِلَةِ

“Imam Asy-Syafi’i berkata, “Menuntut ilmu lebih afdal daripada salat sunah.”

وقالَ لَيْسَ بَعْدَ الفَرائِضِ أفْضَلُ مِن طَلَبِ العِلْمِ

Selain itu, “Sesudah ibadah-ibadah fardu, tak ada ibadah yang lebih Afdhal daripada menuntut ilmu.”

وقالَ مَن أرادَ الدُّنْيا فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ ومَن أرادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ

Juga berkata, “Siapa yang hendak dunia, maka dia harus menuntut ilmu dan siapa yang hendak akhirat maka dia harus menuntut ilmu.”

وقالَ مِن لا يُحِبُّ العِلْمَ فَلا خَيْرَ فِيهِ فَلا يَكُنْ بَيْنَكَ وبَيْنَهُ مَعْرِفَةٌ ولا صَداقَةٌ

“Imam Asy-Syafi’i berkata, “Siapa yang tidak mencintai ilmu, maka tak ada kebaikan padanya. Oleh sebab itu, jangan sampai ada di antaramu dan menjadi kenalan atau menjadi sahabat.”

وقالَ العِلْمُ مُرُوءَةُ مَن لا مُرُوءَةَ لَهُ

“Ilmu itu adalah harga diri bagi pemiliknya.”

وقالَ ان لم تكن الفُقَهاءُ العامِلُونَ أوْلِياءَ اللَّهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ ولِيٌّ

“Jika ahli fikih yang mengamalkan ilmunya bukanlah wali-wali Allah, maka Allah tidak punya wali.”

وقالَ ما أحَدٌ أوْرَعُ لِخالِقِهِ مِن الفُقَهاءِ

“Tak ada seorang pun yang lebih wara’ kepada Allah daripada ahli fikih.”

وقالَ مَن تَعَلَّمَ القُرْآنَ عَظُمَتْ قِيمَتُهُ ومَن نَظَرَ فِي الفِقْهِ نَبُلَ قَدْرُهُ: ومَن نَظَرَ فِي اللُّغَةِ رَقَّ طَبْعُهُ: ومَن نَظَرَ فِي الحِسابِ جَزُلَ رَأْيُهُ ومَن كَتَبَ الحَدِيثَ قَوِيَتْ حُجَّتُهُ ومَن لَمْ يَصُنْ نَفْسَهُ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ

“Siapa yang mempelajari Alquran, maka besarlah nilainya. Siapa yang mengkaji fikih, tinggilah kadarnya. Siapa yang mengkaji bahasa, maka lembutlah perangainya.

Siapa yang mengkaji ilmu berhitung, maka benarlah pendapatnya. Siapa yang menulis hadis, maka kuatlah hujjah-nya.

Dan siapa yang tidak menjaga dirinya, maka ilmunya tidak bermanfaat baginya.” (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini