Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan: Meluruskan Arah Indonesia
foto: infopublik.id
UM Surabaya

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir mengajak seluruh komponen bangsa untuk mensyukuri hari kemerdekaan yang dilaksanakan rutin pada 17 Agustus seraya membangun fisik dan jiwa Indonesia.

Menurutnya, perayaan kemerdekaan ke-78 tahun adalah dengan mensyukuri nikmat termahal dari Tuhan Yang Maha Esa itu, sekaligus juga mengenang perjuangan mujahid pejuang bangsa dan negara yang nir-pamrih dengan jiwa dan raga mereka.

Perjuangan mereka bagian dari lembar-lembar sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan.

“Maka ketika hari ini kita merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-78, selain kegembiraan kita perlu berefleksi secara mendalam baik bagi seluruh elite, maupun warga bangsa di struktur pemerintahan, komponen bangsa, dan kekuatan-kekuatan bangsa,” terang Haedar.

Agar kemerdekaan menjadi momentum kolektif bangsa Indonesia, imbuh Haedar, perlu melakukan beberapa hal:

Pertama, melakukan refleksi atas segala perjuangan para mujahid pejuang sekaligus pendiri Indonesia yang telah berkorban banyak hal, termasuk nyawa mereka.

Indonesia saat ini termasuk elite bangsa dan seluruh warga bangsa hendaknya mendalami dan meresapi setiap pengorbanan para pendahulu.

Penyerapan semangat tersebut diharapkan menjadi pondasi dalam berjuang dengan tulus untuk membangun dan mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara merdeka, adil dan makmur, seperti dalam UUD 45.

“UUD 45 sebagai pesan konstitusional untuk generasi pasca kemerdekaan. Itulah tasyakur kita, bentuk kesyukuran kita lebih dari sekadar kegembiraan dan hal-hal simbolik semata,” kata Haedar.

Kedua, merekonstruksi nilai-nilai luhur (UUD 45 dan Pancasila) yang menjadi pondasi, alam pikiran, dan orientasi tindakan dari bangunan dasar Indonesia Merdeka.

Haedar berpesan supaya nilai-nilai luhur tersebut dihayati, dipahami dan tidak kalah penting dijalankan, serta menjadi bingkai dan arah dalam menyelenggarakan kebangsaan dan kenegaraan.

“Jangan sampai kita membawa Indonesia maju secara fisik, tetapi keropos rohani dan jiwanya. Kehilangan makna dari pembukaan, batang tubuh, UUD 45 dan Pancasila dengan lima silanya yang mendasar, dan spirit perjuangan para pendiri bangsa. Kita boleh merekonstruksi itu, di saat boleh jadi saat ini kita mengalami distorsi, penyimpangan dan peluruhan,” beber Guru Besar Sosiologi ini.

Haedar juga menegaskan, supaya jangan sampai perayaan simbolis dan seremonial kemerdekaan tidak dibarengi dengan pemaknaan kembali nilai-nilai mendasar yang menjadi fondasi, termasuk konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan itu diharapkan Indonesia jelas arah dan tidak berbelok.

Ketiga, melakukan konsolidasi kebangsaan. Nilai-nilai yang didalam Pancasila harus dikonsolidasikan menjadi nilai yang hidup dalam seluruh proses penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Nilai tersebut sebagai kewajiban konstitusional dari pusat sampai bawah, dengan bersama-sama melindungi bangsa dan seluruh tanah air Indonesia.

“Melindungi bangsa dan seluruh tanah air Indonesia, memajukan kehidupan, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia, semuanya harus menjadi kewajiban konstitusional. Jangan sampai ada satu warga bangsa dan tanah air yang kita abaikan hak-haknya.” Kata Haedar.

Keempat, melakukan transformasi kehidupan kebangsaan. Tantangan dunia saat ini dan ke depan yang kian kompleks memerlukan transformasi, termasuk untuk merespons daya saing, perubahan global dengan berbagai masalah seperti perubahan iklim, tata geopolitik ekonomi, budaya yang bersifat kompleks.

Dengan segala bentuk tantangan yang dihadapi Indonesia, menurut Haedar, Indonesia harus mampu berdiri tegak seperti yang disampaikan Bung Karno yakni Trisakti; Indonesia punya kepribadian, kemandirian – berdikari, dan dengan nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa, Indonesia bisa menjadi bangsa yang sejati di tengah persaingan yang tinggi.

“Bangun fisik, tetapi juga bangun jiwanya. Jangan sampai Indonesia kuat ragat fisiknya, tapi lemah jiwanya. Apalagi fisiknya tidak kuat, fisiknya rapuh. Kita mampu bangkit untuk menjadi negara maju jika kita bersatu, jika kita menyerap nilai-nilai luhur itu sekaligus mentransformasikan Indonesia ke depan, Indonesia Emas yang berdiri tegak di atas konstitusi,”  jabarnya.

Selain berpatok pada konstitusi dan nilai-nilai utama bangsa dan negara, Indonesia akan maju dan berjatidiri jika disertai dengan teladan kenegarawanan elite di Indonesia tercinta. Kemerdekaan 78 tahun Indonesia, akan menjadi tonggak Indonesia unggul-berkemajuan bersama bangsa dan negara lain, di atas fondasi bangsa Indonesia.

“Semoga seluruh rakyat dan elit bangsa di negeri tercinta ini diberi hidayah Allah untuk terus membawa Indonesia sejalan dengan jiwanya, dan membawa Indonesia benar arah dan tujuannya,” tandas Haedar. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini