Standar Kemuliaan Manusia Menurut Islam
foto: turmusi
UM Surabaya

أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »
(رواه مسلم)

Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan Umar di ‘Usfaan. Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah.

Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’.

Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’.

Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?”

Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).”

Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian, shallallahu ‘alaihi wa sallam, telah bersabda:

“Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).

Kandungan Hadis:

1. Menguasai dan memahami kandungan pesan kitabullah menjadi standar kemuliaan seseorang menurut kacamata agama.

2. Ilmu faroidl adalah ilmu yang wajib diketahui oleh setiap muslim mukalaf, oleh karena itu Nabi Muhammad saw begitu menghargai dan mengapresiasi orang yang berkompeten di bidang ilmu tersebut

3. Rasulullah menyampaikan wasiat supaya tidak mengukur status dan derajat sosial seseorang dari level dan status sosial, tetapi lihatlah dari kefaqihan terhadap agamanya.

4. Hadis tersebut berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong.

Hadis tersebut mengatakan bahwa harta dan status sosial bukanlah tolak ukur bagi kita untuk menilai seseorang.

Harta dan status sosial tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan akhlak dan amalannya. Sungguh itulah yang membuat derajat manusia menjadi tinggi.

Kita juga tidak boleh menilai orang lain dengan asal-asalan karena bisa saja yang kita nilai itu lebih baik daripada kita.

Firman Allah SWT yang berkaitan dengan tema hadis tersebut adalah:

1. Ingatlah orang jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina.

Allah Ta’ala berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah : 11)

2. Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta’ala memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.

Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat : 11). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News
.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini