Nggunung Majasto: Jendela Kearifan, Spiritualitas, dan Histori
UM Surabaya

Desa Majasto yang berada di Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo dikenal luas oleh masyarakat dengan adanya Makam Bumi Arum Majasto. Makam tersebut berada di puncak bukit (masyarakat menyebutnya Nggunung Majasto).

Hal yang menarik dari makam ini adalah kedalaman makam yang panjangnya hanya 60 cm namun tidak berbau sehingga masyarakat menyebutnya sebagai Bumi Arum (bumi yang harum).

Ditambah keberadaan makam tokoh penyebar agama Islam keturunan Majapahit yang menjadi anggota Wali Selawe (sebutan bagi para ulama murid dari Wali Songo), Ki Ageng Sutawijaya yang memiliki nama lain Bumi Arum Majasto.

Pergeseran Fungsi Kawasan

Tak hanya menyebarkan ajaran Islam, Ki Ageng Sutawijaya juga mendirikan Padepokan Keraton Paguron Majasto guna mengembangkan ilmu pertanian dan kaprajuritan (bela diri) hingga akhirnya banyak murid yang berguru kepadanya. Kemudian kawasan ini berkembang menjadi pemukiman.

Penerus Ki Ageng Sutawijaya dan para tokoh padepokan yang meninggal dimakamkan di sekitar makam Ki Ageng Sutawijaya, demikian pula dengan keluarganya. Lama-kelamaan kawasan puncak bukit lebih dikenal sebagai kawasan pemakaman dan banyak dikunjungi oleh peziarah.

Akhirnya, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menetapkan Desa Majasto menjadi Kawasan Wisata Religi Ziarah melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Walaupun terjadi pergeseran fungsi kawasan di puncak bukit dari pusat padepokan menjadi makam punden yang banyak diziarahi (wisata religi), namun sejauh ini Desa Majasto belum memiliki sistem pengelolaan Bumdes dan perencanaan kawasan yang baik guna mendorong percepatan ekonomi.

Menyelisik hal tersebut, Dosen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Ir. Indrawati, M.T. dan tim melakukan kegiatan pengabdian berbasis riset dengan tajuk “Pengembangan Desa Wisata Bumi Arum Majasto Berbasis Histori, Lingkungan, dan Ekonomi”.

“Tim kami, selain saya ada Ir. Nurhasan, M.T. (Arsitektur), Dr. Rini Hidayati, S.T., M.T. (Arsitektur), Fadhilla Tri Nugrahaini, S.T., M.Sc. (Arsitektur), Dr. Dwi Haryanti, M.Hum. (Pendidikan Bahasa Inggris), serta sekitar 10 mahasiswa UMS dari Prodi Arsitektur dan Ilmu Komunikasi,” jelas Dr. Indrawati saat ditemui di ruang kerjanya.

Peran Besar Umat Muslim dalam Mengembangkan Pemukiman

Masyarakat setempat yang sebagian besar juga keturunan Ki Ageng Sutawijaya sangat menghormati keberadaan Makam Bumi Arum. Hal itu dapat terlihat dari pola pemukiman Desa Majasto.

“Kami melihat bahwa di Desa Majasto punya banyak keunikan. Pertama, arsitektur vernakular (rumah-rumah tradisional) masih banyak di sana, hampir seluruh kawasan. Kedua, apabila dilihat dari atas melalui Google Earth, pola rumah-rumahnya itu mengarah ke arah Nggunung Majasto atau makam, hal itu menjadi berbeda dengan kebiasaan atau pola pemukiman rumah-rumah di Jawa yang umumnya memiliki orientasi utara-selatan,” ungkap dosen Arsitektur itu, Kamis (10/8/2023).

Lebih lanjut, ia menerangkan jika berdasarkan sejarah Desa Majasto, di tahun 1500-an sudah ada konsep perwilayahan atau tata ruang yang dibuat oleh Ki Ageng Sutawijaya.

Hal itu juga yang membuatnya tertarik dan menyadari betapa besar peran umat muslim dalam mengembangkan sebuah pemukiman.

Pengabdian Masyarakat Berbasis Riset

Pengabdian berbasis riset yang menghabiskan waktu dua hingga tiga bulan ini juga pernah menjadi fokus Dr Ir Indrawati saat menulis disertasinya di tahun 2012.

Ia juga terinspirasi penelitian tahun 2007 oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo untuk mengidentifikasi potensi wisata di Kabupaten Sukoharjo yang juga melibatkan dirinya.

“Dari situ dikaji terus sampai pada tahun 2021 ada skema penelitian inti. Karena sudah banyak data dan informasi yang terkumpul, kemudian dibuat proposal, dan alhamdulillah kami bisa lolos,” ungkapnya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini