Tahukah kita bahwa Islam masuk ke daratan China itu pada abad ke-7 sebelum Masehi. Masa itu, banyak disebut-sebut nama-nama delegasi untuk menyebarkan agama Islam di negara China. Di antaranya Abo-Loha (Abu Abbas) dari Baghdad.
Bahkan, pada tahun 651 M, Khalifah Utsman Bin Affan radhiyallaahu ‘anhu mengirim delegasi utusannya ke China dalam rangka mengajarkan Islam kepada masyarakat China saat itu sebagai bentuk balasan kunjungan penguasa China saat itu ke Madinah Al Mukarromah.
Tentu saja dakwah Islam masuk ke China saat itu melalui jalur sepanjang perdagangan sutra dan melalui dakwah pendidikan Islam yang dimulai dari masjid-masjid.
Dan kita kenal Kota Beijing itu sebagai ibu kota China yang sejak dulu sebagai pusat pergerakan dakwah Islam di China. Kita pernah mendengar sebuah ungkapan atau pepatah islam (bukan hadis) yang berbunyi :
اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”
Berkata Imam Ibnu Al Jauzi, bahwa hadis ini tidak sah dari Rasulullah saw. Adapun Abu Atikah salah seorang rawi dari hadis tersebut adalah munkarul hadis, dan berkata Ibnu Hibban, bahwa: “Hadits ini bathil tidak ada asalnya.” (Ref. Hadits-Hadits Dhoif & Maudhu’/Jilid.1/Hal.193/ Penulis: Abdul Hakim Bin Amir Abdat)
Dalam pepatah di atas, tentu akan timbul pertanyaan pada kaum muslimin, mengapa Negara China dijadikan barometer untuk mencari ilmu?
Sebab, kehebatan dan tingginya khazanah ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat Negeri Tirai Bambu ini ternyata sudah ada sejak abad ke-5 sebelum Masehi.
Hal ini bisa dibuktikan kemajuan ilmu pengobatan dan ketabiban tradisional berupa meracik ramuan herbal atau akupunktur. Bahkan di China, teknologi ilmu kedokteran modern saat ini sangatlah maju seperti transplantasi hati atau cangkok ginjal dan sebagainya.
Demikian juga dalam transaksi perdagangan di China telah menggunakan uang kertas, di mana pada masa itu belum banyak digunakan oleh bangsa Arab, Persia, dan Romawi. China sudah menggunakan transaksi jual beli dengan menggunakan uang kertas terjadi pada masa Dinasti Tang China (618-907 M).
Dan pada masa itu, uang kertas itu dijuluki sebagai uang terbang, dikarenakan pada kedudukan uang terbang itu sama dengan dokumen yang setara dengan wesel bank pada masa kini.
Ada Apa dengan China?
China saat ini menjadi negara maju dan super power di dunia setelah Amerika Serikat. Hal ini disebabkan kemajuan ekonomi teknologi digital.
Hal ini merupakan indikator kuat bahwa China akan menjadi pemimpin ekonomi global di dunia untuk dekade-dekade mendatang, sebagaimana Amerika menguasai revolusi industri dan informasi pada abad lalu
Sebagai contoh kemajuan ekonomi teknologi digital di China yang saat ini sedang maju berkembang adalah Alibaba.com yang memelopori perdagangan ritel baru yang mengusahakan digitalisasi pasar ritel dan logistik.
Demikian juga kemajuan di bidang teknologi transportasi, di mana China mengembangkan kendaraan listrik dan mobil mobil listrik dengan kemampuan menyetir sendiri.
Singkat kata, kemajuan pesat ini dikarenakan China menjadikan teknologi digital sebagai pengembang ekonomi teknologi yang luas daya cakupannya yang meliputi seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat di China
Belajar Kepada China
Bahasa China adalah bahasa Mandarin saat ini menjadi bahasa nomor dua di dunia setelah bahasa Inggris.
Bahasa Mandarin adalah pintu masuk pertama seseorang yang ingin mempelajari literatur-literatur China dalam mengenal lebih dekat ilmu pengetahuan digital yang sedang ditumbuhkan kembangkan di negeri tirai bambu tersebut.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw:
العلم قبل الفول و العمل
“Ilmu itu sebelum berbicara dan beramal.” ( HR. Bukhari )
Hadis tersebut menekankan kepada kaum muslimin untuk membiasakan diri berbicara dengan bahasa yang berkualitas sesuai dengan bahasa kaumnya, dan beramal dengan amalan yang berkualitas juga.
Itu dipakai untuk menguatkan motivasi seorang muslim untuk menghasilkan sesuatu yang baru dalam bidang dunia (teknologi) sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala dalam Qs. Alimran ( 3 ) ayat 190 – 191:
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Ayat tersebut memberikan makna bahwa Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya agar gemar melakukan observasi dan research yang menghasilkan sebuah karya hebat dan memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia
Kesimpulan dan Saran
Bahwa kemajuan bangsa China atau Tiongkok saat ini tidak terlepas dari sumbangsih dakwah umat Islam pada awal pertama kali masuk ke daratan China pada abad ke-7 sebelum Masehi melalui jalur perdagangan dan pendidikan.
Jika kita atau bangsa kita tidak mau tertinggal dalam bidang teknologi ekonomi digital, atau setidaknya kita sepadan dengan negara-negara maju di dunia, maka belajarlah kepada China.
Sedangkan untuk penguatan keimanan kepada Allah Ta’ala, maka tentu saja umat Islam harus belajar, mengkaji, dan mendalami kembali Alquran dan hadis yang sahih dari sumber aslinya demi tercapainya kesejahteraan dan kesuksesan hidup di dunia dan akhirat kelak.
Oleh karena itu, umat Islam yang hidup di era digital saat ini sudah sepatutnya mengembangkan sikap beradaptasi dengan segala bentuk perubahan zaman, tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip keyakinan sebagai identitas kaum muslimin sebagai umat Rasulullah saw. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News