Majelis Fikih Ikhtilaf?
Ilusttrasi: ist
UM Surabaya

*) Oleh: Dr Nurbani Yusuf

Afwan.

Saya menduga fatwa-fatwa tarjih itu yang bikin penduduk Muhammadiyah makin susut dan tereliminasi dari percaturan kehidupan

Baru hipotesis, mari kita buktikan bareng-bareng sambil ngupi tipis-tipis.

**

Kenapa Majelis Tarjih banyak bahas tentang fikih ikhtilaf?

Sedikit bahkan atau tiada sama sekali bahas tentang adab. Juga sedikit bahas tentang ihwal yang kontekstual yang dibutuhkan umat di Persyarikatan.

Tentang juknis cara mudah kaya. Doa agar kebun berbuah lebat. Wirid jitu bisa poligami yang tidak menyakiti istri atau lainnya.

Jadinya fatwa tarjih terkesan jumud, padahal tarjih adalah jantung atau ruh pergerakan di Muhammadiyah.

Bukankah pada Majelis Tarjih itu karakter Muhammadiyah sebagai harakah pembaharuan dan tajdid ditabalkan.

Di manakah bisa saya jumpai, ada fatwa tarjih yang bersifat pembaharuan yang inovatif seperti pikiran-pikiran maju Kyai Dahlan seabad lampau?

Dulu, ada suatu masa ketika Buya Syafii Ma’arif menjadi Ketua PP Muhammadiyah diberi namalah Majelis Tarjih, Tajdid dan Pemikiran Islam

Satu pemisalan:

Jika fatwa haram rokok dijadikan ukuran loyalitas keanggotaan, maka wali qutb sekelas Pak AR Fakhruddin Ketua PP empat periode tak masuk hitungan.

Tegasnya fatwa-fatwa tarjih sangat berperan mengkonstruksi apakah Muhammadiyah menjadi eksklusif atau inklusif, menjadi organisasi yang terbuka untuk khalayak atau hanya orang-orang khusus.

Fatwa-fatwa yang sangat spesifik inilah yang kemudian menentukan arah organisasi, termasuk perilaku jamaah di akar rumput. Cenderung menyendiri atau mengelompok tapi tidak membaur.

Jadilah sekumpulan orang yang tak suka musik, tidak merokok, anti selawat, apolitik, tidak suka guyon, tidak ngumpul sama tetangga kanan kiri, dan jarang silaturrahim.

Jadi ini apakah memang pyur manhaji atau sesuatu yang sedang menuju kesempurnaan.

Tidak lagi melahirkan produk-produk pemikiran Islam yang intuitif profetik, tapi larut dalam selisih dan ikhtilaf. Sehingga hanya menilai amalan orang lain dan cenderung merespons yang tidak solutif.

Tapi ini hanya pikiran saya saja dalam kajian rutin tadi malam sambil ngupi tipis-tipis. Substansinya: jangan berhenti berpikir dan bergerak. Muhammadiyah adalah Persyarikatan bersama.

Saya berpikir karena saya ada: Cogito Ergosum, kata Rene Descartes,

Terpenting jangan lupa bahagia. Dan terakhir, aku mencintai kalian semua karena Allah Ta’ala. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini