Kesalehan Istri menjadi Kebahagiaan Suami
foto: yaqeeninstitute.org
UM Surabaya

Pemenuhan istri terhadap hak-hak suami dan penjagaannya terhadap adab-adab pergaulan rumah tangga, bukan satu-satunya faktor yang mampu membangkitkan kebahagiaan di seluruh sisi rumah dan semua urusan kehidupan rumah tangga.

Kesalehan istri, kelurusan agama dan akhlaknya, secara umum adalah faktor penting untuk menguasai kunci cinta di dalam hati suami.

Hal itu berdasarkan alasan bahwa istri salihah memandang mempergauli suami secara patut sebagai ibadah, yang dibaliknya ia mengharapkan pahala besar dari Allah.

Bukan semata-mata bertujuan mendapat hati suami. Selanjutnya, ia ikhlas memelihara pergaulan ini untuk suaminya, baik saat ia ada atau tidak ada, tulus mengungkapkan perasaan kepada suami, ucapannya, kasih sayangnya, nasihatnya dan dalam melayani rumah tangganya.

Kesalehan istrilah yang membuat penunaiannya pada hak-hak suami, baik yang wajib maupun sunah, sebagai penunaian yang dipenuhi kasih sayang dan keikhlasan.

Sebab, ia mengerti betul pahala yang diterima seorang istri yang taat dan memelihara hak-hak suami. Pun dengan kesalehan ini, berarti ia melaksanakan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,

”Apabila wanita menunaikan salat lima waktu, puasa bulan Ramadan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka dikatakan padanya, ’Masuklah surga dari pintu mana pun yang engkau inginkan’.” (HR. Ahmad)

Ia mengerti bahwa kesalehan mencakup menjalankan salat, puasa, menjaga kemaluan dan menaati suami.

Ia juga tahu bahwa dengan terhimpunnya perkara-perkara ini pasti mengantarkannya ke surga, di mana ia masuk melalui pintu surga mana pun yang dikehendakinya.

Inilah yang memacu dirinya rela berkorban dalam melayani suami, persis seperti motivasi yang mendorongnya menunaikan salat tepat waktu, puasa pada bulan Ramadan dan menjaga kehormatannya.

Dan manakala suami mengetahui ibadah yang dikerjakan istri dengan menaati, berbakti dan menyayangi dirinya, pasti ia bertambah sayang padanya dan semakin lengket dengannya.

Sebab, ia paham sikap hormat istri pada dirinya tidak saja didasari naluri alamiah yang bisa tergerus seiring perjalanan waktu, atau goyah di saat tak berdaya dan diterpa ujian, tapi penghormatan tersebut dilandasi fondasi yang kuat dan prinsip teguh.

Tak goyah oleh terpaan badai kondisi betapa pun beratnya. Itulah ketakwaan kepada Allah.

Batas minimal kesalehan pribadi seorang wanita adalah ia menunaikan hak-hak wajib suami, menjauhi perbuatan zalim dan tidak menyakitinya.

Wanita, betapa pun lemah dirinya di hadapan suami, ia juga sungguh sanggup menyakiti pasangannya, andai ia mau melakukannya.

Tipu daya wanita itu bagai rahasia yang tersembunyi rapat dalam tabiatnya, hanya Allah yang mengetahui. Sepanjang usia sejarah kaum laki-laki dibuat bingung mengungkap rahasia ini.

Firman Allah Ta’ala:

إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu, sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.” (QS. Yusuf: 28)

Dalam ayat tersebut terdapat isyarat akan besarnya tipu daya yang dimiliki wanita pada umumnya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini