Dorong Integrasi Pendidikan Islam dan Neurosains, Prof Suyadi Dikukuhkan sebagai Guru Besar
Suyadi menyampaikan pidato pengukungan Gur Besar. foto: ist
UM Surabaya

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengukuhkan guru besarnya. Prof Dr Suyadi, S.PdI, M.PdI dikukuhkan sebagai Guru Besar di Bidang Pendidikan Islam.

Dalam pidato pengukuhannya di Amphitheater Fakultas Kedokteran UAD, Senin (11/9/2023), Suyadi menyoroti pentingnya pendidikan Islam untuk turut menaruh perhatian kepada ilmu kecerdasan, kualitas otak serta pengembangan akal manusia.

Saat ini, menurut dia, Ilmu Pendidikan Islam masih belum sepenuhnya menerima bahwa akal merupakan fungsi luhur otak, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Neurosains.

“Oleh karenanya, akal dan otak dipandang terpisah satu sama lainnya. Padahal, mustahil dilakukan pengembangan akal tanpa adanya pengembangan otak,” terang Suyadi.

Dalam pidato yang berjudul “Neurosains Pendidikan Islam: from Neuron to Nation”, Suyadi menekankan pentingnya untuk terus mendorong lahirnya bidang keilmuan baru yang memadukan akal dan otak sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Alquran dengan Neurosains.

Bidang keilmuan yang merupakan hasil hibridisasi antara Neurosains dan Pendidikan Islam tersebut kemudian disebutnya sebagai Neurosains Pendidikan Islam (NPI).

NPI akan mempelajari kualitas akal manusia dalam Pendidikan Islam sebagai instrumen dalam mencerdaskan bangsa serta memajukan peradaban dunia.

“Secara umum, bidang keilmuan ini dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari indikator otak yang sehat yang kemudian akan digunakan sebagai instrumen pencerdasan. Berbeda dengan neurologi yang cenderung mempelajari otak yang sakit untuk melakukan penyembuhan,” jabar dia.

Oleh karena itu, pendidikan Islam berperan untuk memastikan bahwa peserta didik memiliki otak yang sehat bukan sekedar normal.

Sehingga, diharapkan dapat menjawab tantangan rendahnya kualitas otak manusia dan mampu mendorong kepada kemajuan bangsa di kemudian hari.

Menurut Suyadi, hal ini sejalan dengan manhaj Islam Berkemajuan yang digaungkan Muhammadiyah dengan menggunakan pendekatan bayani, burhani dan irfani juga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“NPI merupakan upaya dalam membumikan Islam Berkemajuan dalam konteks Pendidikan Islam Berkemajuan.”

Secara praktis, NPI sebagai temuan baru di bidang Pendidikan Islam telah terintegrasi secara indigenous ke dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat juga kemuhammadiyahan khususnya di Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) di UAD.

“NPI menjadi pembeda dari program studi sejenis lainnya di Indonesia, bahwa hanya di PAI UAD mata kuliah NPI diajarkan untuk saat ini,” papar Suyadi.

Sedangkan di bidang pengabdian masyarakat, Suyadi menekankan bahwa NPI telah berperan dalam memberikan solusi-solusi terstruktur bagi pemberdayaan umat khususnya di desa-desa antikorupsi berbasis masjid.

Hal tersebut berangkat dari teori neurosains yang memberikan acuan bahwa otak yang dimiliki oleh pelaku korupsi hanya ada di tingkat ‘normal’ namun bukan berada di tingkat “sehat”.

Berdasarkan instrumentalisasi tersebut, sejumlah program pengabdian masyarakat diarahkan kepada upaya peningkatan kualitas otak masyarakat di daerah pedesaan.

“Integrasi NPI dalam Catur Dharma Pendidikan Tinggi telah menjadi siklus keilmuan yang mendorong pencerdasan dan pencerahan berkelanjutan. Melalui pengembangan NPI ini, UAD mampu berkontribusi mencerdaskan bangsa atau dalam scope nation melalui peningkatan kualitas sistem syaraf pusat yang sangat kecil, yaitu neuron,” tandasnya. (th/ded)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini