Atasi Krisis Global, Sekum PP Muhammadiyah Tawarkan Spirit Pancasila dan Kebhinekaan
Abdul Mu'ti. foto: ist
UM Surabaya

Keragaman atau pluralitas sejatinya adalah khazanah kemanusiaan yang dianugerahkan Tuhan untuk menciptakan kehidupan dunia yang harmonis, damai, dan sejahtera.

Namun pada kenyataannya, pluralitas menjadi biang perpecahan dan konflik antar agama, suku, dan bangsa di berbagai dunia.

“Perpecahan ini timbul bukan dari dirinya sendiri, melainkan akibat konflik kepentingan, nafsu menguasai yang lain (superioritas), hingga pandangan rasis pada kelompok yang berbeda,” ujar Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti salam Forum Internasional Sant’Egidio bertajuk “The Art of Living Together in A Shattered World”, Berlin, Jerman, Selasa (12/9/2023).

Mu’ti menawarkan lima hal sebagai fondasi membingkai keragaman menuju masyarakat damai sejahtera.

Pertama, berpikiran positif terhadap perbedaan dengan keyakinan bahwa perbedaan adalah fitrah manusia sebagai kehendak Tuhan.

Kedua, menerima orang lain dengan penuh rasa hormat dan ketulusan.

Ketiga, menggali nilai-nilai bersama untuk persatuan, toleransi dalam menyediakan akomodasi bagi orang lain dengan penuh pengertian.

Keempat, membangun kesamaan pemahaman berdasarkan manfaat kepentingan bersama dan saling kemitraan.

Kelima, bekerja sama untuk kebaikan bersama dan dengan berbagi penerimaan dan kepedulian masyarakat.

Selain lima hal tersebut, Mu’ti juga menilai pentingnya pendidikan inklusif melalui lembaga pendidikan yang bebas dari unsur diskriminasi, pengucilan dan penolakan atas dasar agama, budaya, ras dan kelas sosial.

“Penting untuk menjadikan sekolah sebagai titik pertemuan dan titik leleh dengan mengintensifkan interaksi dan pemahaman lintas budaya serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk merasakan hidup bersama dengan orang lain dari latar belakang berbeda,” jelasnya.

Mu’ti, lantas membagikan pengalaman Indonesia dalam membingkai keberagaman sebagai unsur positif yang menjadi kekuatan bangsa.

Kepada dunia, dia menawarkan semangat Pancasila dan motto semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai alat untuk mengakomodasi dan menghargai perbedaan.

“Dalam konteks saat ini dan masa depan negara, mungkin (keberagaman) bisa diartikan sebagai Persatuan. Artinya Persatuan bukanlah keseragaman, membawa implikasi akan pentingnya membangun Persatuan tanpa meniadakan atau mengesampingkan keberagaman itu sendiri,” katanya.

“Kita bersatu karena kita mempunyai nilai-nilai yang sama yaitu satu Kemanusiaan, satu takdir dan satu tanggung jawab untuk hidup bersama secara damai dan harmoni,” timpal Mu’ti. (afn/ded)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini