Bukan Mata, tapi Hati yang Buta
Ilustrasi: unsplash
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Kehidupan sehari-hari dalam menghadapi sesuatu persoalan besar atau persoalan kecil, dalam hal mengambil suatu keputusan sebagai manusia pasti mempunyai suara hati

Suara hati adalah suara yang sering kita dengar dalam hati. Ia biasanya akan membisikkan kita pada saat ingin memutuskan sesuatu.

Suara hati adalah kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab sebagai manusia dalam situasi konkret

Suara hati memiliki ciri, yang menjadi kekhasannya adalah ia tidak dapat ditawar-tawar. Ia tidak dapat dilihat hanya demi untung-rugi, enak tidak enak, tapi suara hati pasti akan mengarahkan kepada suatu tindakan yang mutlak, meskipun belum tentu tepat pada saat itu.

Mungkin saja seseorang mengikuti suara hatinya yang akan membawanya ke tindakan kebaikan, namun ternyata tindakan itu sebenarnya kurang tepat.

Suara hati bercirikan rasional, tindakan yang dapat dinalar. Ia bukan sekadar tindakan spontan, namun adanya pertimbangan akal budi.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Hati yang bersih adalah yang terbebas dari segala penyakit hati. Hati yang bersih dapat membuat amal ibadah yang dikerjakan dapat diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Hati yang bersih juga akan membawa manusia kepada ketenangan hidup dan kekhusyukan dalam beribadah. Sebaliknya, hati yang kotor cenderung membawa manusia untuk berbuat maksiat.

Hati yang bersih dapat membedakan antara hal baik dan buruk. Jika seseorang tidak mengetahui hal tersebut, berarti hatinya belum bersih dan belum terpuji.

“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al Hajj: 46)

Seseorang tidak akan mendapatkan hasil dari amalnya, melainkan apa yang telah diniatkan.

Jika ia meniatkan untuk kebaikan niscaya akan memperoleh kebaikan dan jika meniatkan untuk kejelekan, maka akan memperoleh kejelekan

“Sesungguhnya segala amal bergantung pada niat dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh balasan dari apa yang diniatkannya…”(HR. Bukhari). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini