Kehinaan Penentang Nilai-Nilai Profetik
Nabi Hud berdakwah kepada Kaum Ad yang berperadaban maju. Madain Shaleh, Kota Kuno peninggalan dua peradaban. foto: nabataea.net
UM Surabaya

*) Oleh: Dr Slamet Muliono Redjosari

Para rasul mendeklarasikan nilai-nilai profetik dan mengajak kaumnya untuk menjalankan berbagai amal kebaikan.

Alih-alih mem-back up deklarasi itu, mereka justru menjadi batu sandungan dan penyulut api perlawanan guna memadamkan cahaya kebenaran.

Apa yang ditunjukkan kaum ‘Ad dan Tsamud bisa dijadikan sebagai contoh watak kesombongan dan acuh tak acuh ketika datang ajakan untuk meniti jalan yang lurus dan memproduksi amal kebaikan.

Dan Allah pun membalas kejahatan mereka dengan menghinakan dan membinasakannya.

Rasul dan Ajakan Bertauhid

Tugas utama rasul mengajak kaumnya mengagungkan Allah dengan penyembahan yang patut. Mereka meluruskan jalan penyembahan yang banyak mengalami penyimpangan.

Di antara mereka mengagungkan matahari, laut, atau gunung serta berhala-berhala yang dianggap mendatangkan manfaat kepadanua.

Ketika kaumnya tidak mengenal Tuhan dan mengagungkan-Nya secara benar, maka para rasul mendekati dan mendakwahi kaumnya dengan sabar.

Rasul pun menjelaskan pengetahuan yang benar tentang Tuhannya dan berupaya menghentikan perbuatan zalimnya. Ajakan dengan perkataan yang baik dan lemah lembut agar kaumnya memperbaiki diri dari kesalahan berbagai penyimpangan.

Rasul pun mengajak mereka berbuat baik dan menjadikan mereka mengaku sebagai manusia yang berserah diri kepada Allah. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَاۤ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَا لِحًا وَّقَا لَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (QS. Fussilat : 33)

Ketika seorang hamba mengaku sebagai muslim, maka mudah baginya untuk memproduksi amal kebaikan, dan itulah identitas seseorang yang berserah diri kepada Allah.

Ketika mendakwahkan tauhid, para nabi mendapati kaumnya mengikuti tradisi dengan kuat. Mereka mengikuti tradisi yang berkembang di tengah masyarakat dengan melakukan penyembahan kepada berhala.

Atas ajakan itu, nabi menegaskan jati diri dan tugasnya, yakni mengajak untuk menyerahkan diri kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

قُلْ اِنِّيْ نُهِيْتُ اَنْ اَعْبُدَ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَمَّا جَآءَنِيَ الْبَيِّنٰتُ مِنْ رَّبِّيْ وَاُ مِرْتُ اَنْ اُسْلِمَ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

“Katakanlah (Muhammad), “Sungguh, aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan agar berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS. Ghafir : 66)

Rasul merupakan manusia agung yang mengajak kaumnya untuk mentauhidkan Allah. Dengan menyandarkan diri pada Allah, akan mendorong para hamba melakukan berbagai macam amal kebaikan.

Dengan kata lain, ketika nilai-nilai profetik yang tertanam kuat, maka muncul berbagai kebaikan.

Perlawanan Dakwah

Atas ajakan rasul itu, kaumnya keberatan dengan mengadakan perlawanan mulai yang halus hingga kasar. Cara yang kasar dan kurang ajar, ketika mereka meminta persyaratan agar menurunkan malaikat sebagai bukti kebenaran profetiknya.

Mereka pun memastikan menolak kebenaran yang sampai kepadanya. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

اِذْ جَآءَتْهُمُ الرُّسُلُ مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ اَ لَّا تَعْبُدُوْۤا اِلَّا اللّٰهَ ۗ قَا لُوْا لَوْ شَآءَ رَبُّنَا لَاَ نْزَلَ مَلٰٓئِكَةً فَاِ نَّا بِمَاۤ اُرْسِلْتُمْ بِهٖ كٰفِرُوْنَ

“Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang mereka (dengan menyerukan), “Janganlah kamu menyembah selain Allah.” Mereka menjawab, “Kalau Tuhan kami menghendaki tentu Dia menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami mengingkari wahyu yang engkau diutus menyampaikannya.” (QS. Fussilat : 14)

Tugas rasul mengajak kaumnya bertauhid dan melarang berbuat syirik dengan berbagai sudut, baik dari depan maupun belakang, dengan cara halus lembut hingga sugestif agar menjauhi perbuatan syirik.

Alih-alih merespon positif, mereka justru mengingkari dan bersikap sombong dengan mengandalkan kelebihan dan kekuatannya. Al-Qur’an menegaskan hal itu sebagaimana firman-Nya :

فَاَ مَّا عَا دٌ فَا سْتَكْبَرُوْا فِى الْاَ رْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَا لُوْا مَنْ اَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً ۗ اَوَلَمْ يَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ الَّذِيْ خَلَقَهُمْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۗ وَكَا نُوْا بِاٰ يٰتِنَا يَجْحَدُوْنَ

“Maka adapun kaum ‘Ad, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran dan mereka berkata, “Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?”

Tidakkah mereka memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat kekuatan-Nya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS. Fussilat : 15)

Alquran juga menarasikan perilaku kaum Tsamud ketika mendengar ayat-ayat Allah justru pura-pura bodoh dan tak tahu menahu.

Mereka lebih memilih berbuat menyimpang sebagai bentuk perlawanan terhadap nilai-nilai yang mulia. Allah akhirnya menghantam mereka dengan hukuman yang menghinakan dengan dikirim petir. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَاَ مَّا ثَمُوْدُ فَهَدَيْنٰهُمْ فَا سْتَحَبُّوا الْعَمٰى عَلَى الْهُدٰى فَاَ خَذَتْهُمْ صٰعِقَةُ الْعَذَا بِ الْهُوْنِ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Dan adapun kaum Tsamud, mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir sebagai azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fussilat : 17)

Kesombongan yang melekat pada mereka melahirkan sikap menolak kebenaran dan memilih jalan kesesatan.

Pilihan atas jalan kesesatan itu, membuat Allah mengakhiri sejarah kesombongan para penolak kebenaran, dengan dikirimkan azab berupa petir yang menghinakan mereka.

Hal ini seolah menjadi ketetapan Allah bahwa siapa pun yang menggelorakan apai perlawanan atas nilai-nilai kebenaran, akan berakhir hina.

Kalau pun diberikan kekayaan dan kenyamanan sifatnya sesaat, namun pada akhirnya, kemurkaan Allah mengakhiri kesombongan mereka dengan mengirimkan bencana yang mengerikan. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini