Dalam era yang dipenuhi dengan rutinitas yang melelahkan, banyak dari kita mencari healing (proses penyembuhan psikologis jiwa) melalui perjalanan atau berwisata.
Meskipun healing melalui perjalanan atau berwisata adalah pengalaman yang menyenangkan, namun penting bagi wisatawan untuk tetap memegang teguh nilai-nilai dan aturan agama.
Penegasan itu disampaikan Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi dalam acara Seminar Tuntunan Wisata Islami Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Yogyakarta di Panti Asuhan Yogyakarta Muhammadiyah Lowanu, Sabtu (23/9/2023).
Menurut Ruslan, dalam muamalah, ada prinsip yang dikenal dengan al ashlu fil muamalah al ibahah yang mengartikan bahwa dalam urusan duniawi, semua hal dianggap boleh kecuali ada bukti yang jelas yang melarangnya.
Dalam konteks wisata, tidak ada ayat atau hadis yang secara eksplisit melarang kita untuk berlibur melalui perjalanan. Namun, ada beberapa hal penting yang harus kita ingat saat melakukan perjalanan.
“Berwisata itu merupakan aspek muamalah yang artinya boleh selama tidak ada unsur-unsur yang dilarang Agama. Karena itu, penting untuk kita menyadari aspek apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan,” jabar Ruslan
Dalam agama Islam, ada larangan terhadap beberapa hal, seperti mengonsumsi alkohol, melakukan maksiat, dan merusak lingkungan.
Saat melakukan perjalanan untuk healing, kita harus tetap menjauh dari hal-hal yang dilarang ini. Kita dapat menemukan kebahagiaan dalam perjalanan, tetapi tidak dengan melanggar prinsip-prinsip agama Islam.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ali Yusuf mengatakan bahwa salat adalah salah satu pilar utama dalam Islam, dan tidak boleh ditinggalkan, bahkan saat kita sedang bepergian.
Ketika berada dalam perjalanan, umat Islam masih memiliki kewajiban untuk melaksanakan salat.
Meskipun ada keringanan-keringanan yang diberikan dalam pelaksanaan salat saat bepergian, ini tidak berarti bahwa umat Islam boleh meninggalkan salat sama sekali.
Ketika bepergian, kita mungkin akan menghadapi beberapa kesulitan dalam melaksanakan salat.
Namun, kita harus ingat bahwa salat adalah cara kita berkomunikasi dengan Allah, dan itu adalah prioritas yang tidak boleh diabaikan.
“Ketika kita dalam perjalanan menuju tempat wisata, maka kita dibolehkan untuk melakukan salat jamak dan qashar sebagai rukhshah,” ucap Ali Yusuf.
Dalam akhirnya, perjalanan atau berwisata untuk healing adalah pengalaman yang berharga, dan tidak ada yang salah dengan itu.
Namun, kita harus selalu mencari keseimbangan antara kebutuhan dunia dan kebutuhan spiritual. Kita dapat mengejar relaksasi, tetapi tetap setia pada nilai-nilai dan aturan agama Islam.
Mencari healing adalah hak setiap manusia, tetapi tidak dengan mengorbankan keyakinan kita. Jadi, ketika merencanakan perjalanan, ingatlah untuk menjaga nilai-nilai Islam, menghindari yang dilarang, dan tetap setia mengerjakan salat lima waktu. (*/is)