Perguruan Tinggi sebagai Kunci Penanggulangan Bencana bagi Komunitas
Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Budi Setiawan
UM Surabaya

Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Budi Setiawan menyampaikan perguruan tinggi sebagai kunci dalam penanggulangan bencana bagi komunitas. Hal ini tidak lepas dari posisi perguruan tinggi yang dekat dengan masyarakat, namun juga memiliki ruang dalam upaya pengarusutamaan kebijakan penanggulangan bencana kepada pemerintah.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi muhammadiyah.or.id pada (13/10), Budi menyebutkan bahwa perwujudan resiliensi komunitas di tingkat daerah dalam kebencanaan merupakan fungsi utama pembentukan Kampus Tangguh Bencana.

“Keterlibatan masyarakat dalam peningkatan kapasitas itu penting. Jangan sampai masyarakat hanya menjadi objek, tetapi juga harus menjadi subyek untuk kita latih terus kapasitasnya,” ujarnya dalam agenda seminar nasional di UM Kendari.

Namun sebelum sampai pada peningkatan kapasitas di komunitas, Budi menyebutkan bahwa perguruan tinggi jelas lebih dulu membutuhkan peningkatan kapasitas tersebut.

“Resiliensi dimulai dari organisasinya yang memiliki kelentingan untuk sampai pada pemberian ketangguhan di dalam komunitas” ujarnya.

Ia juga menyebutkan bahwa perguruan tinggi sebagai instansi yang paling dekat dengan masyarakat, namun juga memiliki ruang dalam upaya pengarusutamaan kebijakan penanggulangan bencana kepada pemerintah.

Sementara itu, Eko Teguh Paripurno selaku Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Perguruan Tinggi, juga sepakat bahwa perguruan tinggi mampu bekerja dari level lokal sampai regional.

“Perguruan tinggi itu, bisa terlibat aktif sebagai pihak ketiga untuk mendorong pemerintah melalui advokasi kebijakan dan mendorong platform daerah dalam rencana aksi penanggulangan bencana,” jelasnya.

Di sisi lain, Eko juga mendorong perguruan tinggi untuk bergerak dalam aksi pencegahan risiko bencana melalui pengembangan riset pada KKN Tematik dan penerapan kurikulum project-based learning/case based learning.

Hal tersebut disampaikan Eko karena selama ini permasalahan penelitian itu ada pada ketidakberpihakan penelitian kepada subjek penelitian. Maka melalui perguruan tinggi, justru penelitian bidang kebencanaan harus dikembangkan berdasarkan kebutuhan atau permasalahan pada komunitas.

“Selama ini kita selalu bangga kalau melakukan penanganan respon dilapangan, tetapi kita tidak bangga telah mampu melakukan advokasi kebencanaan” tutupnya.  (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini