Misi Profetik: Memerangi “Tuhan Semu”
foto: getty images
UM Surabaya

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Memerangi “tuhan semu” merupakan misi profetik. Pengagungan seharusnya kepada Allah, namun manusia mempertontonkan pengagungan kepada selain-Nya.

Matahari-bulan, malaikat, nabi dan batu-pohon merupakan ciptaan Allah, namun justru diagungkan oleh manusia. Padahal Allahlah yang menciptakan makhluk-makhluk itu.

Penyimpangan perilaku keagamaan inilah yang menjadi tugas besar para rasul untuk meluruskannya. Mereka pun berjuang untuk membersihkan noda penduaan terhadap Allah.

Mereka menasihati kaumnya untuk mengagungkan Allah secara proporsional, dan gigih menegakkan tauhid serta menghancurkan apa pun yang mengarah kepada penyembahan kepada selain Allah.

Risiko yang ditanggung pun sangat besar, mulai dicemooh, diusir hingga dibunuh oleh para pengagung tuhan semu itu.

Misi Profetik

Mengembalikan penyembahan kepada Allah merupakan misi besar para rasul. Hal ini karena begitu banyak manusia yang mengagungkan dan menyembah makhluk bukan Sang Penciptanya.

Manusia secara umum mengakui kekuasaan Allah tetapi mereka justru mengistimewakan makhluk-makhluk seperti nabi dan malaikat, benda besar seperti matahari-bulan serta benda yang dipandang keramat seperti batu dan pohon.

Melihat penyimpangan yang demikian besar ini, tugas para rasul ini semakin berat dan menghadapi resiko besar. Mereka siaga penuh memerangi berbagai fitnah besar yang mengarahkan manusia berpaling dari penduaan kepada Allah.

Penyembahan kepada selain Allah merupakan fitnah besar yang harus diperangi secara serius. Hal ini ditegaskan Alquran sebagaimana firman-Nya:

وَقَا تِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهٗ لِلّٰهِ ۚ فَاِ نِ انْـتَهَوْا فَاِ نَّ اللّٰهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfal : 39)

Para rasul berjuang secara lahir-batin untuk mengerahkan sumberdaya dirinya untuk mengembalikan manusia untuk fokus mengagungkan Allah semata.

Bahkan mereka mengumumkan siap perang, dan itu menunjukkan kesungguhan. Apalagi, ketika manusia sudah terkesima dan cinta terhadap tradisi yang sudah mengakar. Sehingga risiko menghadapi perlawanan yang cukup gigih.

Sasaran dakwah para rasul di antaranya membebaskan penyembahan dari berbagai makhluk yang dianggap memiliki kontribusi dan manfaat pada dirinya.

Pertama, matahari dan bulan. Para rasul ditugaskan secara serius untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada dua makhluk yang dipandang sangat besar ini. Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

وَمِنْ اٰيٰتِهِ الَّيْلُ وَا لنَّهَا رُ وَا لشَّمْسُ وَا لْقَمَرُ ۗ لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَا سْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS. Fussilat : 37)

Kedua, malaikat dan nabi. masyarakat juga mengagungkan siapapun yang memiliki kontribusi atas dirinya, di antaranya malaikat dan para nabi.

Para malaikat dan nabi merupakan makhluk terdekat dengan Allah, sehingga dituhankan serta dijadikan sandaran untuk menyampaikan hajatnya. Hal ini dideskripsikan Al-Qur’an sebagai berikut :

وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰٓئِكَةَ وَا لنَّبِيّٖنَ اَرْبَا بًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِا لْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah dia (patut) menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?” (QS. Ali ‘Imran : 80)

Ketiga, manusia juga mengagungkan kepada manusia yang memiliki berbagai keistimewaan, seperti yang dimiliki Nabi Isa.

Beliau bisa menghidupkan manusia yang sudah mati, menyembuhkan manusia yang sakit kulit, dan bahkan mengambil tanah dan membentuknya seperti burung, kemudian ditiup hingga bisa terbang.

Keistimewaan ini atas izin Allah, namun manusia justru menuhankan dan menyembahnya. Hal ini membuat Allah bertanya kepada Nabi Isa untuk mengkonfirmasinya, sebagaimana firman-Nya:

وَاِ ذْ قَا لَ اللّٰهُ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَاَنْتَ قُلْتَ لِلنَّا سِ اتَّخِذُوْنِيْ وَاُ مِّيَ اِلٰهَيْنِ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ قَا لَ سُبْحٰنَكَ مَا يَكُوْنُ لِيْۤ اَنْ اَقُوْلَ مَا لَـيْسَ لِيْ بِحَقٍّ ۗ اِنْ كُنْتُ قُلْتُهٗ فَقَدْ عَلِمْتَهٗ ۗ تَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِيْ وَلَاۤ اَعْلَمُ مَا فِيْ نَفْسِكَ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ عَلَّا مُ الْغُيُوْبِ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai ‘Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?”

(‘Isa) menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya.

Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. Al-Ma’idah : 116)

Penyembahan Totalitas

Allah menegaskan bahwa semua makhluk yang disembah dan diagungkan manusia tidak memiliki kekuataan dan daya apapun. Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta serta menjadi Pemberi kehidupan dan rezeki seluruh hamba-Nya.

Sehingga wajar apabila Allah menyatakan bahwa semua makhluk, yang disembah sekalipun, akan mendekat dan menuju kepada-Nya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَا فُوْنَ عَذَا بَهٗ ۗ اِنَّ عَذَا بَ رَبِّكَ كَا نَ مَحْذُوْرًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah).

Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra’ : 57)

Allah pun meyakinkan kepada seluruh hamba-Nya bahwa seluruh makhluk yang mengegungkan selain Allah merupakan tindakan tidak patut.

Betapa tidak, sebagai Pencipta dan Pemelihara bukannya disembah tetapi justru beralih menyembah kepada makhluk yang diciptakan-Nya.

Hal ini sebagaimana apa yang disebah kaum kafir Quraisy yang memberhalakan Al-Lata, Al-Uzza dan Manat sebagai sesembahan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Alquran:

اَفَرَءَيْتُمُ اللّٰتَ وَا لْعُزّٰى
وَمَنٰوةَ الثَّا لِثَةَ الْاُ خْرٰى

“Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al-Lata dan Al-`Uzza,”dan Manat, yang ketiga yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah).” (QS. An-Najm : 19-20)

Di tengah kebanyakan manusia mengalihkan penyembahan kepada selain-Nya, Allah menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah Ketuhanan.

Hal itu ditunjukkan ketika manusia menghadapi goncangan batin atau ancaman yang tidak mampu dihindarinya. Seperti ketika menghadapi ombak besar ketika dirinya berada di tengah laut.

Tiada satu pun pihak yang bisa menjamin keselamatannya. Pada saat itu, mereka memanggil dan menyeru kepada Allah. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:

فَاِ ذَا رَكِبُوْا فِى الْفُلْكِ دَعَوُا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَـهُ الدِّيْنَ ۚ فَلَمَّا نَجّٰٮهُمْ اِلَى الْبَـرِّ اِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ

“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) menyekutukan (Allah),” (QS. Al-‘Ankabut : 65)

Para pelaku kemusyrikan membuang-jauh-jauh apapun yang menjadi sandaran hidupnya, dengan menyeru kepada kekuatan yang sesungguhnya, yakni Allah, Sang pemiliki kekuatan yang sesungguhnya.

Mereka menyingkirkan “tuhan semu” yang selama ini diangung-agungkan dan disembahnya. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini