Lima Jurus Setan Merusak Ibadah Kita
foto: commonwealthtimes.org
UM Surabaya

*) Oleh: Zainal Arifin
Anggota KMM PDM Sampang

Makna Ibadah

Kata ibadah secara bahasa artinya merendahkan diri dan ketundukan (al-khudhu’ wa tadzallul). Di antara definisi ibadah secara syara’ yang paling lengkap cakupannya sebagaimana yang dinukil dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Beliau mengartikan bahwa ibadah merupakan suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir).

Dari pengertian di atas maka ibadah kepada Allah Swt tidak hanya mencakup ibadah mahdhah seperti salat, tilawah, berpuasa, zakat dan haji, namun juga mencakup aspek yang lebih luas dari pada itu.

Misalnya berbakti kepada orang tua, menunaikan amanah, bersikap jujur, mengucapkan salam, membuang duri di jalanan, bahkan senyum kepada orang lain juga bisa bernilai Ibadah. Setiap amal saleh dapat bernilai ibadah jika mencakup dua syarat

Syarat Ibadah Diterima Allah 

Agar amal saleh bernilai ibadah yang diterima secara syariat, maka harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Dua syarat tersebut sebagaimana dalam kandungan firman Allah SWT berikut:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. Al Kahfi: 110)

Cara Setan Merusak Ibadah 

Ketika hamba Allah SWT berusaha menaati-Nya dengan berbagai jenis ibadah dan amal saleh, maka Setan pun akan terus menggoda dan memalingkannya dari jalan yang lurus.

Sebagaimana hal ini telah diikrarkan oleh setan di saat dirinya divonis sesat dan di neraka selama-lamanya.

Hal itu tersebut dalam firman Allah SWT dalam surat Al-A’râf ayat16-17 yang artinya:

“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Ketika seorang hamba beribadah, bagaimana jurus setan merusak ibadahnya?

Dalam risalah ringkas Fawaaidul Jaliyyah fii Tauhidil Rabbil Bariyah diuraikan sebagai berikut.

Pertama, setan akan membuat amal seseorang tidak tulus karena Allah Swt. Meski tetap beribadah, namun telah tercemari dengan noda kesyirikan (riya).

Riya sangat berbahaya karena merupakan virus yang merusak ibadah seseorang dari dalam. Adapun obat/penangkalnya yaitu dengan mengembalikan niat betul-betul ikhlas karena Allah SWT.

Karena Allah SWT hanya akan memberi balasan dan karunianya kelak di akhirat bagi hamba yang beramal di dunia karena Allah Swt.

Kedua, setan berusaha agar ibadah seseorang tercampuri dengan bid’ah. Bid’ah merupakan perkara baru yang tidak dituntunkan oleh syara’ namun dikerjakan untuk menandingi syariat yang ada.

Bid’ah dalam ibadah ini merupakan penyakit dhohir bagi ibadah seseorang. Ketika ibadah tercampuri dengan kebid’ahan, maka penangkalnya ialah dengan mengetahui dan ittiba’ terhadap sunah-sunah Rasulullah saw.

Beramallah sesuai ilmu (sunah). Berilmulah sebelum beramal. Di sinilah urgensi belajar ilmu agama agar amaliah seseorang terhindar dari riya dan sesuatu yang tidak dituntunkan oleh syariat.

Ketiga, setan berusaha untuk membuat hati seseorang lalai saat beribadah. Akibatnya tidak ada kekhusyukan dalam beribadah sehingga ia pun tidak mampu menikmati indahnya ber-taqarrub dengan Tuhannya.

Adapun penangkalnya ialah dengan cara menghadirkan hati dan merasakan dalam hati akan kehinaan diri serta butuhnya diri dengan Allah Sang pengatur alam.

Mengingat hati merupakan faktor penentu kualitas ibadah seseorang. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda:

« إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ ». رواه مسلم

“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. HR. Muslim.

Keempat, Setan merusak amal seorang hamba dengan penyakit sum’ah, ingin ibadahnya didengar atau diperdengarkan, ingin viral dan masyhur di tengah manusia.

Sum’ah merupakan virus yang sangat berbahaya karena mengandung kesyirikan, yang berarti dapat menodai tauhid dan keikhlasan.

Tetapi ia mengasyikkan bagi nafsu, ada kebanggaan dan kepuasan dalam nafsunya, padahal hanya sekedar pujian duniawi yang sesungguhnya tidak penting.

Adapun obatnya ialah menjadikan ibadah itu sir atau rahasia antara dirinya dengan Allah Swt. Ketika seseorang mampu istikamah dalam ibadah sir atau tersembunyi, maka pelan-pelan hal itu akan memperbaiki kualitas hati dan keikhlasannya.

Kelima, setan membuat diri seseorang ta’jub/ujub, bangga diri dengan ibadahnya seakan tiada seorang pun yang lebih baik darinya.

Penyakit ini sangat halus menyerang siapa pun namun sangat mematikan dan menghanguskan pahala ibadah.

Ujub bisa hinggap di hati siapa saja dan di mana saja. Bahkan orang yang hidup sendirian di sebuah hutan pun bisa teperdaya dengan penyakit ujub ini sehingga rusaklah amalnya.

Adapun penangkal dari ujub ini ialah munculnya kesadaran diri bahwa ibadah yang dilakukan selama ini merupakan bentuk taufik/pertolongan dan hidayah Allah SWT, bukan semata karena kemampuan dan kekuatan diri sendiri.

Bukankah di saat panggilan muazin “Hayyal ‘ala ssholah” kita menjawab “Laa haula walaquwwata illa billah”. Ini menunjukkan akan lemahnya manusia dan butuhnya akan pertolongan Allah Swt.

Cara lainnya ialah dengan memperhatikan kualitas ibadah selama ini. Bukankah masih banyak kelemahan, kekurangan di sana sini?

Bukankah sehabis salat kita diajarkan untuk beristighfar? Maka sungguh tidak layak seseorang merasa ujub/bangga diri dengan amal saleh yang telah dikerjakannya.

اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَنَا فِي رِضَاكَ

“Ya Allah, tuntunlah kami menuju petunjuk-Mu dan jadikan amal perbuatan yang kami lakukan sebagai amal yang selalu dilakukan hanya karena mengharap rida-Mu.” Amin.

Wallahu A’lam bisshawab. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini