Prihatin Kerusakan Alam, Milad ke-111 Muhammadiyah Angkat Tema Ikhtiar Menyelamatkan Semesta
Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti
UM Surabaya

Milad ke-111 Muhammadiyah mengangkat tema “Ikhtiar Menyelamatkan Semesta”, hal itu dilatarbelakangi atas keprihatinan Muhammadiyah terhadap kerusakan alam.

Kerusakan alam yang terjadi menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti sudah mencapai batas “alarming”. Padahal masalah kerusakan alam ini sudah disinggung oleh Muhammadiyah sejak Muktamar ke-47 di Makassar.

Mengutip dari beberapa penelitian, Mu’ti menyebut, kerusakan alam disebabkan karena polusi dan berbagai macam aspek, termasuk kegiatan ekonomi, serta kegiatan manusia lain yang berdampak serius pada alam.

Membaca surat kabar di Inggris pada 2005, Guru Besar Pendidikan Islam ini mengungkapkan, tiap tahun rata-rata suhu bumi naik 5 derajat. Oleh karena itu dibutuhkan ikhtiar yang serius untuk menyelamatkan semesta.

“Kalau itu dibiarkan tidak ada upaya untuk kita melakukan berbagai macam ikhtiar agar pemanasan global itu tidak terus terjadi, agar dunia ini tidak overhead. Itu kita bisa mengalami masalah yang serius, bahkan ada yang memproyeksi kiamat itu datang lebih cepat,” kata Mu’ti di Forum Mimbar Universitas Muhammadiyah Magelang, Jumat  (10/11/2023).

Peningkatan suhu bumi akan mengakibatkan es di kutub mencair, dan menyebabkan permukaan air laut naik. Daratan kemudian akan mengalami penurunan di bawah permukaan air laut.

Selain karena pemanasan suhu bumi, turunnya daratan menurut Mu’ti juga disebabkan adanya eksploitasi berlebihan dengan mengeluarkan isi perut bumi. Air yang dikonsumsi manusia juga diambil dari perut bumi, termasuk penggalian mineral lain yang dilakukan oleh manusia.

Akibatnya, seperti yang disebutkan oleh beberapa ahli bahwa Jakarta diperkirakan pada tahun 2100 akan tenggelam karena daratannya terus mengalami penurunan. Sementara permukaan air laut terus naik.

“Kalau itu terjadi, maka di beberapa tempat itu akan banjir abadi. Dan kalau banjir abadi itu terus saja terjadi, maka kadar garam dalam air tanah itu akan meningkat, kalau kadar garam dalam air tahan meningkat, maka akan banyak spesies yang dia itu mati – punah bahkan juga ada banyak tanaman yang tidak bisa tumbuh,” katanya.

Ajakan Muhammadiyah Menyelamatkan Semesta

Oleh karena itu, Mu’ti mengajak kepada semua umat manusia untuk menghentikan pemanasan global yang secara langsung berdampak pada kehidupan. Manusia harus diajak dan digiring untuk melakukan perubahan untuk menyikapi perubahan iklim.

Oleh karena itu, menuju puncak Resepsi Milad ke-111 Muhammadiyah pada 18 November 2023 ini, akan diselenggarakan Global Forum for Climate Movement pada 16 November 2023 di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

“Perubahan itu adalah bagian dari kita untuk ikhtiar menyelamatkan semesta,” tutur Mu’ti.

Bagi umat Islam, bergerak untuk perubahan ikhtiar menyelamatkan semesta memiliki banyak landasan teologis berasal dari Al Qur’an, di antaranya ada di dalam Surat Ar Rum ayat 41 yang menyebutkan kerusakan lingkungan disebabkan ulah tangan manusia.

Kerusakan alam, imbuhnya, juga bisa disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang tidak mempertimbangan keseimbangan ekologi. Selain itu juga tata kelola transportasi umum yang masih semrawut turut dan abai dengan energi terbarukan juga  memberi andil dalam mempercepat datangnya ‘kiamat’.

Termasuk di sektor pangan atau pertanian; terjadinya perubahan iklim juga berdampak pada pergeseran kalender tanam para petani. Musim kemarau dan hujan yang sulit diprediksi menjadikan kalender tanam mundur, selain itu tanaman setelah ditandur sering kebanjiran akibat curah hujan yang ekstrim.

Kesadaran tentang menjaga semesta menurutnya masih rendah, termasuk di kalangan umat beragama. Padahal Muhammadiyah jauh sebelum ini sudah menulis dokumen penting tentang Teologi Lingkungan. Dokumen ini diperkuat dengan Putusan Muktamar tentang Global Warming.

Di sisi lain, forum-forum global yang membahas mengenai penurunan suhu bumi, hemat Mu’ti menghasilkan kebijakan yang tidak sepenuhnya efektif. Alih-alih berpihak untuk masyarakat luas, kebijakan di forum global tersebut menjadi terlalu berorientasi bisnis.

Abdul Mu’ti mencontohkan, setelah kesepakatan kebijakan untuk penurunan suhu bumi rata-rata dari 5 menjadi 2 derajat di beberapa forum global, kemudian disusul adanya istilah perdagangan baru yaitu carbon trade atau perdagangan karbon. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini