Membangun 28 Sekolah, Pak Mukardi, Penerima Muhammadiyah Awards 2023
Pak Mukardi, penerima anugerah Muhammadiyah Awards 2023.
UM Surabaya

Prihatin dengan kondisi pendidikan anak-anak warga pendatang di pedalaman Sumatera Selatan, Mukardi bercita-cita ingin mendirikan sekolah. Saat itu, medio tahun 1980- an, lelaki asal Tuban Jawa Timur itu belum ada daya untuk bergerak untuk membangun sekolah. Maklum saat itu, ia baru menjadi guru honorer di Sumsel dan akhirnya tahun 1991 diangkat sebagai PNS.

Seiring dengan bertambahnya jaringan dan kemampuan secara ekonomi, Mukardi mulai merintis pendirian sekolah. Mukardi mengenang, sekolah pertama yang dia dirikan adalah SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang, Kabupaten Banyuasin. Sejak medio 80 an sampai 2023 sekarang ini, ia sudah berhasil mendirikan 28 sekolah untuk anak-anak di Banyuasin.

Atas perjuangan beliau, pantas kalau di tahun 2023 ini, sosok guru tangguh itu mendapat anugerah Muhammadiyah Awards, bertepatan dengan peringatan Milad-111 Persyarikatan Muhammadiyah, Sabtu (18/11/2022).

Pemberian anugerah ini sudah menjadi kebiasaan  setiap puncak Resepsi Milad Muhammadiyah. Ini sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan, keikhlasan sosok pencerah bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.

Saat ditemui secara khusus di ruang redaksi muhammadiyah.or.id, Sabtu (18/11/2023), Pak Mukardi menjelaskan, keinginannya mendirikan sekolah dilatarbelakangi atas keprihatinan terhadap belum meratanya pendidikan untuk masyarakat migran di Sumsel.

“Kondisi pendidikan di sana itu, anak-anak cenderung ikut orang tuanya bekerja di sawah. Untuk bekerja itu kurang peduli orang tuanya, kedua kalinya sekolah negeri itu tidak bisa menampung siswa khususnya yang tingkat SMP,” ungkapnya.

Keterbatasan lain yang membuat anak-anak di sana enggan bersekolah adalah jarak tempuh yang jauh, dengan medan jalan yang sulit sejauh 10 km, peserta didik menempuhnya dengan berjalan kaki. Medio 80 an, kendaraan – sepeda angin masih menjadi barang mahal.

“Dengan demikian saya terinspirasi, bagaimana kalau kita mendirikan sekolah swasta untuk mereka yang tidak tertampung di sekolah negeri. Bisa mereka bersekolah di sekolah swasta,” imbuhnya.

Mukardi mengenang, sekolah pertama yang dia dirikan adalah SMP Muhammadiyah 1 Muara Padang, Kabupaten Banyuasin. Sejak medio 80 an sampai 2023 sekarang ini, Pak Mukardi sudah berhasil mendirikan 28 sekolah untuk anak-anak di Banyuasin.

Selain Sekolah Menengah Pertama (SMP), Pak Mukardi juga sudah mendirikan berbagai jenjang sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), SD/MI Muhammadiyah, sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah.

Cara Sederhana Menjaga dan Mengembangkan Sekolah Muhammadiyah

Pak Mukardi mengungkapkan, cara menjaga dan mengembangkan lembaga pendidikan Muhammadiyah di sana melalui penyelenggaraan event bersama. Kegiatan semacam ini menurutnya berhasil menarik minat masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Muhammadiyah.

Selain itu, dia juga selalu memikirkan anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung. Dia berazam jangan sampai karena masalah kurangnya ekonomi membuat anak dari keluarga tersebut tidak atau berhenti sekolah.

“Maka harus dengan berusaha, jika ada uang pribadi maka akan pakai uang pribadi. Kalau tidak punya, tetap kita cari jalan keluarga. Kita tetap cari jalan untuk membebaskan anak itu sekolah,” katanya.

Dia berterima kasih kepada guru-guru yang dengan segala kekurangan tetap menjaga loyalitasnya untuk lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dia tidak memungkiri bahwa gaji guru masih ada yang di bawah standar.

Bahkan di salah satu TK ABA, ada gurunya yang digaji hanya Rp. 80.000 dan dibayarkan ketika wali murid panen padi di sawah. Meski demikian, militansi dari guru-guru Muhammadiyah tidak perlu dipertanyakan lagi.

Pak Mukardi juga selalu belajar tentang keikhlasan dari guru-guru Muhammadiyah di sekolah yang didirikan. Dari mereka, semangat dan keikhlasan membimbingnya untuk terus bergerak menjaga dan mengembagkan jejak amal kebajikan Kiai Ahmad Dahlan.

Ketika ditanya tentang cara dia membangun relasi dengan Muhammadiyah setempat, Pak Mukardi menceritakan, sebelum ada pemekaran dirinya biasa menempuh jarak puluhan bahkan ratusan kilo, dan tidak jarang bermalam di jalan demi menghadiri rapat pimpinan Muhammadiyah.

“Saya naik perahu mas, harus cepat-cepat itu kalau tidak ketinggalan. Sebab dalam sehari hanya ada satu rute yang operasi, kalau ketinggalan kita terpaksa bermalam dan berangkat esok harinya,” katanya.

Alasannya memilih moda transportasi sungai karena di sana jalan darat masih sulit dilalui, lebih-lebih ketika musim hujan. Dengan segala tantangan yang dihadapi, Pak Sukardi mengaku bersyukur diberi kesempatan untuk memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak bangsa. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini