Memaknai Hikmah dari Musibah
foto: afp
UM Surabaya

Apakah musibah itu sebagai ujian untuk meninggikan derajat hamba? Ataukah musibah sebagai siksa (azab)? Atau hukuman yang disegerakan di dunia?

Ketiga kemungkinan itu bisa ada. Sehingga dengan mengetahui hikmah dari musibah tersebut seharusnya membuat kita giat dan berusaha keras untuk bersabar serta meraih pahala lewat ujian.

1. Musibah yang menimpa sebagaimana yang menimpa para Nabi dan Rasul. Misalnya dengan ditimpakan penyakit dan tidak diberikan keturunan.

Maksud musibah seperti ini adalah untuk meninggikan derajat, memperbesar pahala, dan sebagai qudwah (teladan) bagi yang lainnya untuk bersabar.

Dari Mush’ab bin Sa’id, seorang tabi’in, dari ayahnya, ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185).

2. Musibah bisa jadi pula sebagai sebab dihapuskannya dosa, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ

“Barang siapa yang melakukan keburukan (baca: maksiat) maka dia akan mendapatkan balasan karena keburukan yang telah dilakukannya.” (QS An Nisa: 123).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang) [1], kesusahan hati [2] atau sesuatu yang menyakiti [3] sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)

3. Musibah bisa jadi adalah hukuman yang disegerakan (baca: siksaan atau azab) di dunia disebabkan tumpukan maksiat dan tidak bersegera untuk bertobat.

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396). (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini