Mencari Rezeki yang Halal dan Bertawakal
foto: muslimvillage.com
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Jumat mubarak.

Alhamdulillah, hingga hari ini kita masih diberi Allah sehat wal afiat. Aamiin….

Kali ini, saya ingin mengingatkan kita semua tentang rezeki. Insya Allah bermanfaat, khususnya bagi saya sendiri.

Kewajiban kita hanyalah berusaha mencari rezeki yang halal dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya

Sekali lagi kami ingin tekankan, bahwa Allah lah yang menjamin rezeki kita di dunia ini.

Sampai-sampai Allah Ta’ala berfirman:

“Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan rezekinya telah ditetapkan oleh Allah.” (QS. Huud : 6)

Jika binatang saja mendapatkan jaminan demikian, bagaimana lagi dengan manusia?

Allah Ta’ala juga tidak akan mencabut nyawa kita kecuali Allah telah menyempurnakan bagian rezeki tersebut untuk kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya jiwa itu tidak akan mati sehingga sempurnalah rezekinya.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai sahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 2144)

Ketika Allah Ta’ala sudah menyatakan demikian, maka kewajiban kita adalah berusaha untuk mencari dan mendapatkan rezeki itu dari Allah Ta’ala dari jalan-jalan yang halal. Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi.

“Wahai para hamba-Ku, kalian semua adalah lapar kecuali yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepada-Ku niscaya akan Aku beri makan.

Wahai para hamba-Ku, kalian semuanya adalah telanjang kecuali yang Aku beri pakaian. Maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya akan Aku beri pakaian.” (HR. Muslim no. 6737)

Yang dimaksud dengan “permintaan” di sini bukanlah sekedar permintaan belaka tanpa melakukan usaha apa- apa.

Akan tetapi, permintaan di sini mencakup meminta dengan berdoa kepada Allah agar Allah memberikan makanan dan pakaian kepada kita serta terkandung pula usaha untuk mencari rezeki dan karunia dari Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

“Apabila salat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Allah Ta’ala berfirman:

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.

Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk : 15)

Inilah hakikat tawakal. Karena tawakal adalah kita bersandar kepada Allah Ta’ala dengan penuh kepercayaan kepada-Nya untuk meraih apa yang kita cari dan menolak apa yang kita benci disertai dengan mengambil sebab-sebab yang diizinkan oleh syariat.
(Al-Qaulul Mufiid, 2: 87)

Dan bukankah Allah sendiri telah menjanjikan, bahwa barang siapa yang bertawakal hanya kepada Allah pasti Allah akan menjamin urusan-urusannya?

Allah Ta’ala berfirman:

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.

Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq : 2-3)

Alangkah indahnya hidup ini jika diisi dengan bertawakal hanya kepada-Nya!

Jangan berburuk sangka kepada Allah Ta’ala.

Oleh karena itu, ketika kita berusaha untuk bertakwa dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya kita tidak perlu khawatir apalagi takut kalau-kalau rezeki menjadi sempit.

Janganlah kita berburuk sangka kepada Allah Ta’ala bahwa Allah akan menelantarkan dan membiarkan kita begitu saja hidup di dunia ini.

Kita juga tidak perlu merasa berputus asa dari rahmat Allah yang sedemikian luas kepada hamba-hamba-Nya. Bahkan Allah menyifati hamba-hamba-Nya yang berputus asa dari rahmat-Nya sebagai hamba-Nya yang tersesat.

Allah Ta’ala berfirman:

“Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya, kecuali orang- orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56)

Hal ini karena kalau kita berputus asa dari rahmat Allah maka kita termasuk ke dalam orang-orang yang berburuk sangka kepada Allah Ta’ala.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas.

“Berputus asa dari rahmat Allah itu tidak diperbolehkan. Karena hal itu termasuk berburuk sangka kepada Allah.

Yang demikian itu bisa ditinjau dari dua sisi. Pertama, karena mengandung unsur celaan terhadap kekuasaan Allah Ta’ala.

Karena barangsiapa yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka tidak ada sesuatu pun yang lepas dari kekuasaan-Nya.

Ke dua, karena hal itu mengandung unsur celaan terhadap rahmat Allah.

Karena barang siapa yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Penyayang maka tidak ada sesuatu pun yang terlepas dari rahmat-Nya. Oleh karena itu, berputus asa dari rahmat Allah itu termasuk kesesatan.” (Al-Qaulul Mufiid, 2: 103-104). (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini