Di antara karakter jahiliah adalah senang bergolong-golongan dan berpecah belah, tidak ingin bersatu.
Bersatu apa yang dimaksud? Yaitu bersatu di atas kebenaran.
Jika sifat seorang muslim masih seperti itu, lebih mementingkan kesukuan, lebih mementingkan golongan daripada kesatuan Islam dan enggan berpegang pada kebenaran, maka sifat jahiliah berarti masih tertanam pada dirinya.
Karakter jahiliah ini disebutkan dalam ayat Alquran:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Rum: 32).
Kata beliau, perpecahan seperti ini juga bisa terjadi dalam urusan dunia. Mereka selalu menganggap golongannyalah yang paling benar.
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk menyatukan umat.
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy Syura: 13).
Kita pun dilarang untuk menyerupai umat sebelum kita yang berpecah belah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” (QS. Ali Imran: 105).
Kita pun dilarang berpecah belah.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Ali Imran: 103)
Perbedaan memang sudah jadi tabiat. Namun Allah sudah menunjuki dalam Al Qur’an dan As Sunnah bahwa jika terjadi perselisihan dan tidak diketahui manakah yang benar di antara yang ada, maka dikembalikan kepada kedua sumber rujukan tersebut.
Jika didapati dalam dua sumber tersebut, itulah yang benar, maka itulah yang diikuti. Jika tidak benar, maka tentu ditinggalkan.
Karena tujuan kita adalah mengikuti kebenaran, bukan sekedar mengikuti logika, tradisi atau guru.
Sifat seorang muslim bukanlah demikian, namun kebenaran yang selalu ia cari. Di mana saja ia dapati kebenaran tersebut, itulah yang ia ambil.”(Syarh Masail Al Jahiliyyah, hal. 26).
Perbedaan (ikhtilaf) ada dua macam yaitu:
1. Perbedaan yang tercela pada hal yang sudah ada dalil pasti dan tidak ada ruang berijtihad,
2. Perbedaan yang masih dibolehkan karena perbedaan dalam memahami dalil dan dalam perkara yang ada ruang ijtihad di dalamnya. (Syarh Masail Al Jahiliyyah, hal. 28). (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News