Ini Alasan Muhammadiyah Menghindari Kata Lansia dan Disabilitas
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti
UM Surabaya

Pandangan alam Islam Berkemajuan menjadikan gerakan Muhammadiyah memiliki pembeda dari gerakan serupa. Untuk bidang sosial misalnya, perspektif Muhammadiyah dalam melihat kelompok rentan yang perlu ditolong bukanlah sebagai objek, melainkan sebagai subjek yang potensial dan harus dibantu untuk mampu berdikari.

Salah satu contoh spesifik dari kasus ini, kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti adalah pelayanan sosial kepada kelompok senior dan difabel.

Kelompok senior yang dimaksud adalah orang-orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Sedangkan kelompok difabel yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik.

“Muhammadiyah termasuk yang sejak awal konsisten menggunakan kata senior care, sehingga bapak/ibu yang sudah di atas 60 itu maksudnya adalah senior citizen, warga negara senior,” ucapnya dalam Peluncuran Comma (Collaborative Muhammadiyah) di Jakarta, Sabtu (9/12/2023).

“Yang kedua, Muhammadiyah itu berjuang menggunakan kata difabel bukan disable. Perbedaan antara ‘s’ dengan ‘f’ itu sangat signifikan,” imbuhnya.

Pada pemilihan kata senior citizen dibanding lansia (lanjut usia), menurut Mu’ti karena tidak semua kelompok berusia senior itu sakit-sakitan dan lemah dan tidak dapat berkontribusi bagi masyarakat.

“Kita melihat sebuah realitas di mana mereka yang usianya sudah di atas 60 tahun tetapi ternyata punya kesehatan yang prima, pengalaman yang luas, jaringan yang juga sangat kuat, dan mereka masih memiliki semangat yang tinggi untuk bisa berbakti dan memberi yang terbaik untuk negeri,” jelasnya.

Sedangkan pada pemilihan kata difabel daripada disable oleh Muhammadiyah, menurut Mu’ti karena tidak seluruh orang yang difabel pasrah pada keadaan dan tidak mampu berbuat maju.

“Kita memandang mereka sebagai difabel artinya differently able, fisik mereka beda dengan kita tapi mereka punya kemampuan-kemampuan yang justru lebih baik daripada kita,” ungkapnya.

Dia lalu mencontohkan bagaimana banyak penyanyi profesional yang bersinar dan berprestasi kendati mereka difabel.

“Jadi (pandangan) itu sudah kita putuskan dalam Muktamar di Makassar ketika kita mencoba untuk bagaimana membangun paradigma mengangkat saudara-saudara kita yang punya perbedaan fisik tetapi mereka punya kemampuan-kemampuan yang sesungguhnya itu bagian dari potensi dan modal untuk mereka bisa mandiri. Nah inilah Bapak Ibu sekalian yang saya kira menjadi pembeda di mana sebenarnya titik perbedaan antara Islam yang mencerahkan dan memajukan itu,” tegasnya. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini