Antara Takdir dan Doa, Manakah Yang Lebih Kuat?

Antara Takdir dan Doa, Manakah Yang Lebih Kuat?
*) Oleh : M. Mahmud
Ketua PRM Kandangsemangkon Paciran Lamongan Jawa Timur.
www.majelistabligh.id -

Takdir dan Doa: Dua Kekuatan yang Saling Berinteraksi. Dalam Islam, takdir adalah ketetapan Allah yang mencakup segala sesuatu. Namun, doa bukanlah sekadar permohonan pasif, ia adalah sebab yang Allah sendiri tetapkan dalam sistem takdir.

Artinya:
• Doa bisa menjadi sebab perubahan takdir, sebagaimana disebut dalam hadis:

o “Takdir tidak dapat ditolak kecuali dengan doa, dan kebaikan kepada orang tua dapat memperpanjang umur.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)

o Doa dan takdir saling ‘beradu’ hingga hari kiamat, menurut riwayat yang menjelaskan bahwa keduanya bisa saling mendahului.

o Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa doa adalah bagian dari sebab-sebab terjadinya takdir. Jika sesuatu ditakdirkan terjadi melalui doa, maka meninggalkan doa berarti menolak sebab yang Allah tetapkan.

Jadi, mana yang lebih kuat? Bukan soal mana yang lebih kuat, tapi bagaimana keduanya saling melengkapi. Doa adalah bagian dari takdir itu sendiri. Ketika seseorang berdoa, ia sedang menjalankan takdir yang Allah tetapkan sebagai jalan untuk meraih kebaikan atau menolak keburukan.

Dengan kata lain :
“Kita lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.” — Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Jika engkau diizinkan untuk berdoa, itu berarti takdirmu memang mengandung kemungkinan perubahan melalui doa. Maka, berdoalah dengan yakin—karena dalam sistem ilahi, doa bukanlah tandingan takdir, melainkan bagian dari mekanismenya.

Secara bahasa, takdir berasal dari kata qadara yang berarti “mengukur” atau “menentukan kadar.” Dalam konteks teologis, takdir adalah ketetapan Allah SWT atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, baik besar maupun kecil.

Para ulama membagi takdir menjadi dua kategori utama:
1. Takdir Mubram (مُبْرَم) – Takdir yang pasti dan tidak bisa diubah
• Sudah ditetapkan sejak azali (sebelum penciptaan langit dan bumi)
• Contoh: waktu kematian, jenis kelamin saat lahir, siapa orang tua kita
• Ini adalah ketetapan yang tidak bisa ditawar, dan menjadi bagian dari sistem ilahi yang sempurna

2. Takdir Muallaq (مُعَلَّق) – Takdir yang bergantung pada sebab dan ikhtiar
• Bisa berubah melalui usaha, doa, amal, dan keputusan manusia
• Contoh: rezeki, jodoh, kesembuhan dari penyakit, keberhasilan dalam hidup
• Di sinilah peran ikhtiar dan doa menjadi sangat penting

Interaksi antara Takdir dan Ikhtiar:

Islam mengajarkan bahwa meskipun Allah Maha Mengetahui segalanya, manusia tetap diberi wilayah ikhtiar untuk memilih, berusaha, dan berdoa.

Dalam kerangka ini:
• Takdir bukan alasan untuk pasrah total, melainkan panggilan untuk bertindak dalam koridor ilahi.
• Doa dan amal adalah bagian dari sebab-sebab yang Allah tetapkan untuk mengubah takdir muallaq.
QS. Ar-Ra’d: 11
ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.

Pandangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah:
Golongan ini mengambil posisi tawassuth (moderat) antara dua ekstrem:
• Tidak menafikan takdir Allah
• Tidak menafikan ikhtiar manusia
Mereka meyakini bahwa:
“Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, namun manusia tetap bertanggung jawab atas pilihannya.”

Pandangan Teologis:
1. Qadariyah
* Menekankan kebebasan mutlak manusia
* Menolak bahwa Allah menentukan segalanya
* Dianggap ekstrem karena menafikan ilmu dan kehendak Allah

2. Jabariyah
* Menekankan bahwa manusia tidak punya kehendak sama sekali
* Semua sudah ditentukan dan manusia hanya “boneka”
* Dianggap ekstrem karena menafikan tanggung jawab manusia

3. Ahlus Sunnah wal Jama’ah
* Menyelaraskan antara ilmu dan kehendak Allah dengan ikhtiar manusia
* Menyatakan bahwa Allah menciptakan perbuatan manusia, tapi manusia tetap memilihnya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search