Jemaah masbuq (terlambat) satu atau dua rakaat lalu “mengangkat imam baru” setelah imam pertama salam sering ditemukan di beberapa masjid. Biasanya, beberapa makmum masbuq mundur ke belakang dan salah satu di antara mereka maju atau tetap berdiri untuk menjadi imam untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal.
Apakah praktik seperti itu sesuai tuntunan syariat?
Tim Fatwa menegaskan bahwa belum menemukan dasar hukum yang membolehkan salah seorang masbuq maju atau ditunjuk menjadi imam untuk menyelesaikan kekurangan rakaat orang-orang masbuq lainnya.
Bahkan, praktik tersebut cukup sering dilihat di beberapa daerah, namun tetap tidak ditemukan dalil yang menegaskannya.
Ada diinformasikan dalam satu buku bahwa Imam an-Nawawi membolehkan masbuq bermakmum kepada sesama masbuq yang ditunjuk sebagai imam. Meski demikian, Imam an-Nawawi melarang praktik itu untuk salat Jumat. Namun, Tim Fatwa belum menemukan landasan nash yang digunakan oleh imam an-Nawawi untuk membolehkan hal tersebut.
Dalam ibadah mahdah, kaidah yang berlaku adalah harus mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta tidak boleh membuat cara baru tanpa dasar syariat.
Karena itu, Tim Fatwa menyimpulkan bahwa para masbuq tidak perlu, dan tidak dianjurkan, mengangkat imam baru, baik dari sesama masbuq maupun bukan.
Para masbuq tetap tergolong jamaah salat, meskipun hanya mendapatkan sebagian rakaat saja. Tugas mereka selanjutnya adalah menyempurnakan rakaat yang tertinggal setelah imam salam.
Prinsipnya, apa yang didapati masbuq bersama imam adalah permulaan salat baginya dan rakaat yang dikerjakan setelah imam salam adalah akhir salatnya.
Nabi Muhammad saw memerintahkan masbuq untuk menyempurnakan kekurangannya, bukan berjamaah kembali dengan imam baru. Tim Fatwa mendasarkan pada hadis sahih riwayat al-Bukhari sebagai berikut:
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبَي ذِئْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ اْلمُسَيَّبِ عَنْ أََبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَاْلوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوْا فِمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
“Apabila kalian mendengar iqamah, berjalanlah menuju salat dengan tenang dan wajar. Jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan bersama imam, maka kerjakanlah. Dan apa yang tertinggal darimu, maka sempurnakanlah.” (HR. al-Bukhari)
Hadis ini tidak menyebutkan perintah membuat jamaah baru dan tidak memerintahkan menunjuk imam baru di antara para masbuq.
Dengan demikian, masbuq cukup mengikuti imam hingga salam, lalu berdiri untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal sesuai tuntunan Rasulullah saw. (*)
