Setiap pasangan yang mengucapkan janji suci melalui ikatan pernikahan tentu memimpikan dan mengharapkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Istilah ini, yang akrab di telinga umat Islam, merujuk pada kehidupan keluarga yang dipenuhi ketenangan jiwa, cinta, dan kasih sayang yang luas, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat 21.
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. ( Ar Rum : 21 )
Namun, impian itu tidak dapat datang dengan sendirinya. Ia adalah buah dari usaha maksimal penuh kesadaran, kolaborasi antara suami dan istri, serta komitmen yang kuat untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber petunjuk utama dalam setiap aspek kehidupan berumah tangga.
Al-Qur’an, sebagai wahyu Ilahi dan hudan (petunjuk) bagi manusia, menawarkan model kehidupan keluarga yang ideal, seperti kisah teladan keluarga Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW, yang didasarkan pada ketaatan total kepada Allah SWT.
Memahami Konsep Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah dalam Bingkai Al-Qur’an
Sakinah bermakna ketenangan atau ketenteraman. Dalam konteks rumah tangga, maksudnya kemampuan untuk membangun serta menciptakan lingkungan yang penuh dengan kedamaian, di mana setiap anggota keluarga merasa aman dan nyaman, terbebas dari gejolak batin serta kekhawatiran yang tidak berdasar. Ketika masalah datang, keluarga yang sakinah akan mampu menyikapinya dengan kepala dingin, menutup aib, dan menghindari perbuatan yang tidak terpuji.
Mawaddah adalah cinta yang mendalam, gairah, dan hasrat yang tulus antara pasangan suami dan istri. Ini adalah komponen dinamis yang membuat hubungan tetap hidup dan bergairah. Sedangkan rahmah berarti kasih sayang yang luas, belas kasih, dan sikap saling memaafkan, terutama saat menghadapi kekurangan atau kesalahan pasangan.
Rahmah bersifat lebih universal dan langgeng, menjaga keutuhan rumah tangga bahkan ketika gejolak mawaddah mungkin sedang pasang surut.
Ketiga pilar ini tidak dapat dipisahkan. Al-Qur’an menjadi “buku panduan” yang merinci cara mengimplementasikan nilai-nilai ini, mulai dari etika berkomunikasi, pembagian peran, hingga cara menyelesaikan konflik.
Al-Qur’an sebagai Pilar Utama: Fondasi Kokoh di Tengah Tantangan Zaman
Dunia modern dengan segala kemudahannya juga membawa tantangan yang luar biasa bagi keutuhan rumah tangga, seperti krisis komunikasi, pengaruh negatif dampak dari media sosial, serta kesibukan yang dapat mengikis quality time. Di sinilah peran Al-Qur’an menjadi sangat krusial sebagai perisai dan benteng pertahanan diri.
Pertama, Al-Qur’an mengajarkan tentang mitsaqan ghalizhan, atau perjanjian yang kuat/kokoh. Pernikahan dalam Islam bukan sekadar ikatan biologis atau perjanjian perdata biasa, melainkan perjanjian luhur dan suci yang disaksikan langsung oleh Allah SWT. Kesadaran akan janji ini akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada setiap pasangan untuk menjaga dan memelihara ikatan suci tersebut.
Kedua, Al-Qur’an menetapkan prinsip muasyarah bil ma’ruf, yaitu pergaulan (interaksi) dengan cara yang baik. Hal ini termasuk perintah bagi suami untuk memperlakukan istri dengan baik, memberikan rasa aman dan nyaman serta memenuhi kebutuhan primer yang layak. Sebaliknya, istri juga diajarkan untuk taat pada perintah kebaikan suami dan menjaga harga diri serta harta suami saat suami tidak ada. Prinsip ini menciptakan budaya saling menghormati, menghargai, dan berbuat baik secara timbal balik, menghilangkan potensi dominasi atau penindasan dalam rumah tangga.
Ketiga, Al-Qur’an menekankan pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan. Tidak ada otoritas tunggal yang absolut dalam rumah tangga selain otoritas syariat. Suami dan istri didorong untuk saling berembuk, berdiskusi, dan mencari kesepakatan bersama. Jika terjadi perbedaan pendapat yang sulit diselesaikan, Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 35 memberikan solusi dengan mengutus juru damai dari kedua belah pihak keluarga, menunjukkan betapa Islam menjunjung tinggi solusi yang adil dan mempertimbangkan keutuhan keluarga.
Praktik Nyata Menjadikan Al-Qur’an Hidup di Rumah
Menjadikan Al-Qur’an sebagai fondasi bukan berarti menjadikan rumah kaku dan tanpa kegembiraan. Akan tetapi, justru menjadikannya hidup dan bercahaya melalui amalan nyata:
- Membaca dan Mempelajari Al-Qur’an Bersama: Melakukan aktivitas membaca Al-Qur’an di rumah, baik secara individu maupun bersama pasangan dan anak-anak, kajian singkat, atau menghafal bersama adalah salah satu cara efektif untuk membumikan nilai-nilainya serta upaya mendekatkan keluarga kepada Allah SWT.
- Menjadikan Akhlak Al-Qur’an sebagai Teladan: Nilai-nilai kebaikan seperti memaafkan, sabar, jujur, dan empati harus menjadi napas dalam interaksi sehari-hari. Orang tua perlu menjadi teladan nyata dalam menjalankan ibadah dan mengajarkan makna di balik ibadah tersebut kepada seluruh anggota keluarga.
- Kembali kepada Al-Qur’an Saat Bersengketa: Menjadi sunnatullah dalam kehidupan ini terjadinya sebuah konflik, perbedaan pandangan dalam rumah tangga, namun dengan komitmen untuk kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Hadits akan menuntun pada solusi terbaik yang diridhai Allah SWT, bukan berdasarkan emosi sesaat atau ego masing-masing.
- Menyediakan Quality Time: Di tengah kesibukan, menyediakan “family time”, “couple time” serta “ quality time “ merupakan hal yang sangat penting dan esensial. Waktu ini dapat diisi dengan aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti shalat berjamaah atau sekadar mengobrol ringan yang mempererat kebersamaan dan menyelesaikan masalah.
Oleh karenanya membangun rumah tangga merupakan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan peta dan kompas yang jelas. Al-Qur’an adalah peta terbaik yang menuntun menuju jannah (surga), baik di dunia maupun di akhirat.
Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai fondasi yang kokoh, setiap keluarga Muslim dapat meraih Cahaya Sakinah yang diidam-idamkan, menciptakan lingkungan yang damai, harmonis, dan penuh berkah. Ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya bermanfaat bagi keutuhan keluarga, tetapi juga dalam mencetak generasi penerus yang berakhlak mulia dan berkontribusi positif bagi masyarakat. (*)
