Dr. Sholihin Fanani Ajak Guru Meneladani 4 Akhlak Nabi Muhammad untuk Majukan Sekolah

Dr. Sholihin Fanani Ajak Guru Meneladani 4 Akhlak Nabi Muhammad untuk Majukan Sekolah
www.majelistabligh.id -

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr. Sholihin Fanani, M.PSDM, menegaskan bahwa seorang guru harus meneladani empat akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai kunci dalam memajukan dan mengembangkan sekolah.

Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan materi kultum Subuh kepada para peserta Bimbingan Teknis Pembelajaran Mendalam, Koding Kecerdasan Artifisial, dan Penguatan Pendidikan Karakter di Hotel Platinum Tunjungan, Surabaya, Kamis (11/9/2025).

Menurut Kiai Shol—sapaan akrabnya—menjadi seorang Muslim adalah sebuah keberkahan karena memiliki sosok panutan yang nyata, yakni Rasulullah SAW.

“Berbahagialah menjadi orang Muslim karena memiliki panutan dan contoh nyata dalam berperilaku, apa pun profesinya. Begitu pun dengan para guru yang tugas sehari-harinya adalah mendidik,” ujarnya.

“Maka sudah seharusnya kita mencontoh akhlak Nabi yang mulia, tinggal kita pahami dan praktikan dalam keseharian,” tuturnya.

Ia lalu memaparkan empat akhlak utama Nabi Muhammad SAW yang harus menjadi pedoman hidup, khususnya bagi para guru:

Shiddiq (jujur)

“Menjadi guru harus shiddiq, jadi orang tua juga harus shiddiq,” ujarnya.

Amanah (bisa dipercaya)

Seorang guru, lanjutnya, harus dapat dipercaya dalam pikiran, tindakan, maupun tutur kata.

“Guru yang tidak amanah tidak akan pernah menjadi guru yang baik,” tegasnya.

Tabligh (menyampaikan)

Guru wajib menyampaikan kebenaran dan menjadi teladan dalam tutur kata dan sikap.

“Cara kita memberi sesuatu ke orang lain lebih berharga dibandingkan dengan sesuatu yang diberikan ke orang lain. Hikmah itu adalah mengerti apa yang harus dikerjakan dan mengerti apa yang tidak harus dikerjakan. Namanya guru harus bisa dijadikan contoh perilaku di mana saja,” jelasnya.

Fathonah (cerdas)

“Cirinya orang yang cerdas adalah orang yang hidupnya berpikir positif dan menghasilkan sesuatu bermanfaat untuk orang lain,” tandasnya.

Sebagai salah satu fasilitator dalam kegiatan Bimtek tersebut, Dr. Sholihin juga menambahkan bahwa tanda-tanda seseorang yang mendapat nikmat iman dan Islam adalah adanya keyakinan yang semakin dalam dan semangat ibadah yang terus meningkat.

“Tanda-tandanya, semakin lama semakin yakin. Semakin lama semakin rajin, terutama dalam beribadah kepada Allah SWT,” ungkapnya.

Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) ini diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen dan PNF PP Muhammadiyah, berlangsung dari Rabu hingga Ahad, 10–14 September 2025, bertempat di Hotel Platinum Tunjungan, Surabaya.

Dalam kesempatan tersebut, Kiai Shol juga menyinggung pentingnya menjaga filosofi pendidikan Muhammadiyah agar bisa terus memberi manfaat di masing-masing sekolah.

Berikut lima poin penting filosofi pendidikan Muhammadiyah yang ia sampaikan:

Memerangi kebodohan

“Salah satu cara memerangi kebodohan adalah dengan membaca. Orang yang bodoh akan selalu tergantung kepada siapa yang mengajak,” tegasnya.

Memerangi kemiskinan

“Orang yang miskin akan selalu tergantung kepada siapa yang memberi,” lanjutnya.

Memurnikan ajaran Islam

Ia menjelaskan bahwa jika Islam tidak dijalankan secara murni, maka seseorang akan kehilangan semangat untuk berkorban.

“Orang jika Islamnya tidak murni maka tidak akan punya sifat berkorban untuk orang lain, baik materi maupun perasaan,” jelasnya, merujuk pada QS. Ali Imran ayat 134.

“Seorang guru harus memiliki sifat berkorban—waktu, tenaga, pikiran, dan perasaan,” imbuhnya.

Membentuk manusia seutuhnya

“Manusia yang utuh adalah manusia yang sehat lahir dan batin,” tegasnya.

Membendung pengaruh dari luar

Menurutnya, pengaruh eksternal yang negatif harus dibendung agar tidak mengganggu misi pendidikan Muhammadiyah.

Menutup kultumnya, Kiai Shol memberikan pesan inspiratif kepada para peserta untuk senantiasa berbuat baik sekecil apa pun.

“Apa yang bisa dilakukan hari ini, sekecil apa pun, harus bisa memberikan manfaat ke orang lain. Sithik-sithik dilakoni, sithik-sithik diiling-iling,” tutupnya. (fimas maulana)

Tinggalkan Balasan

Search