Sebagai seorang laki-laki, sering kali kita tumbuh dengan keyakinan bahwa cinta cukup dibuktikan dengan tanggung jawab, kerja keras, dan diam yang dianggap dewasa. Padahal, dalam relasi dengan perempuan, cinta tidak selalu dipahami lewat ketahanan atau keteguhan semata, melainkan melalui cara-cara halus yang membutuhkan kehadiran batin. Bahasa cinta perempuan tidak menuntut kesempurnaan, melainkan kesediaan untuk belajar, pelan-pelan, dengan hati yang rendah dan pikiran yang terbuka.
Bahasa cinta (love language) adalah cara seseorang mengungkapkan dan menerima kasih sayang, yang dibagi menjadi lima jenis utama: Kata-kata Penegasan (Words of Affirmation), Waktu Berkualitas (Quality Time), Menerima Hadiah (Receiving Gifts), Tindakan Pelayanan (Acts of Service), dan Sentuhan Fisik (Physical Touch). Memahami hal ini bukan sekadar mengikuti teori psikologi populer, tetapi bagian dari upaya memuliakan pasangan sebagai amanah Allah.
Jenis pertama adalah Kata-kata Penegasan (Words of Affirmation), yaitu ungkapan cinta melalui pujian, apresiasi, kata-kata manis, atau kalimat dukungan verbal. Banyak laki-laki merasa canggung mengungkapkan perasaan lewat kata, padahal bagi sebagian perempuan, satu kalimat tulus bisa menjadi sumber kekuatan luar biasa. Al-Qur’an mengingatkan pentingnya ucapan yang baik: وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا “Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 83). Ayat ini menegaskan bahwa kata bukan sekadar bunyi, tetapi doa dan bentuk kasih sayang.
Jenis kedua adalah Waktu Berkualitas (Quality Time), yaitu menghabiskan waktu yang fokus dan bermakna bersama tanpa gangguan. Bukan soal lama, tetapi soal hadir sepenuhnya. Meletakkan gawai, mendengarkan dengan sungguh-sungguh, dan memandang pasangan saat berbicara adalah bentuk cinta yang nyata. Dalam Islam, kehadiran seperti ini sejalan dengan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf—bergaul dengan cara yang baik dan penuh perhatian.
Jenis ketiga adalah Menerima Hadiah (Receiving Gifts), yakni pemberian hadiah sebagai simbol perhatian, bukan tentang nilai materialnya, tetapi makna emosional di baliknya. Sebuah bunga sederhana atau barang kecil yang diingat dengan niat baik bisa menjadi pesan cinta yang dalam. Rasulullah ﷺ bersabda: تَهَادَوْا تَحَابُّوا “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad). Hadiah adalah bahasa cinta yang mengikat hati.
Jenis keempat adalah Tindakan Pelayanan (Acts of Service), yaitu membantu atau meringankan beban orang lain dengan tindakan nyata, seperti membantu pekerjaan rumah. Banyak perempuan merasa dicintai bukan saat diberi janji, tetapi ketika pasangannya hadir membantu tanpa diminta. Rasulullah ﷺ memberi teladan nyata: كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ “Beliau (Nabi) biasa membantu pekerjaan keluarganya.” (HR. Al-Bukhari). Ini menunjukkan bahwa melayani bukan tanda kelemahan, melainkan kemuliaan akhlak.
Jenis kelima adalah Sentuhan Fisik (Physical Touch), yaitu mengekspresikan cinta melalui pelukan, genggaman tangan, atau belaian yang penuh adab. Sentuhan yang halal dan penuh kasih mampu menenangkan jiwa. Dalam relasi suami-istri, sentuhan adalah bahasa cinta yang sangat kuat, selama dilakukan dengan penghormatan dan niat yang benar.
Kelima bahasa cinta ini tidak selalu hadir bersamaan, dan setiap perempuan bisa memiliki satu atau dua bahasa cinta utama. Tugas laki-laki bukan menuntut pasangan menyesuaikan diri, tetapi berusaha memahami dan menyesuaikan langkahnya. Proses ini memang pelan, namun justru di situlah nilai kedewasaannya.
Islam sendiri menempatkan cinta dalam kerangka rahmah dan sakinah. Allah berfirman: وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” (QS. Ar-Rum: 21). Ayat ini menegaskan bahwa cinta bukan hanya rasa, tetapi sistem nilai yang harus dijaga.
Bahasa cinta adalah salah satu cara merawat mawaddah dan rahmah agar tidak layu oleh kesibukan dan ego. Bagi laki-laki, belajar bahasa cinta perempuan berarti belajar mendengar tanpa defensif, memahami tanpa meremehkan, dan mencintai tanpa merasa paling benar. Ini bukan soal kalah atau menang, melainkan soal tumbuh bersama.
Sering kali konflik muncul bukan karena kurang cinta, tetapi karena salah bahasa. Kita mencintai dengan cara kita, sementara pasangan berharap dicintai dengan caranya. Ketika bahasa tidak bertemu, cinta terasa hambar meski niatnya baik.
Kesadaran ini menuntut kerendahan hati. Mengakui bahwa kita masih belajar adalah langkah awal yang sangat penting. Rasulullah ﷺ sendiri adalah sosok paling lembut dalam memperlakukan keluarganya, sebagaimana sabdanya: خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi). Menjadi laki-laki yang baik bukan tentang dominasi, tetapi tentang tanggung jawab emosional.
Hadir secara utuh adalah bentuk kepemimpinan yang sering dilupakan. Belajar bahasa cinta juga berarti sabar dengan proses. Tidak semua langsung bisa, tidak semua langsung benar. Namun usaha yang konsisten jauh lebih bermakna daripada janji yang berulang.
Perempuan tidak menuntut kita berubah menjadi orang lain. Mereka hanya berharap kita mau hadir sepenuh hati, mau belajar memahami, dan mau berproses bersama. Itu saja sudah cukup untuk membuat mereka merasa dicintai.
Pada akhirnya, mencintai dengan bahasa yang dipahami pasangan adalah bentuk ibadah sosial yang nyata. Setiap kata lembut, waktu yang diluangkan, bantuan kecil, hadiah sederhana, dan sentuhan penuh kasih bisa bernilai pahala jika diniatkan karena Allah.
Maka, yuk, sebagai laki-laki, kita belajar pelan-pelan mendalami bahasa cinta perempuan. Bukan untuk menjadi sempurna, tetapi untuk menjadi lebih hadir, lebih dewasa, dan lebih manusiawi dalam cinta yang Allah titipkan kepada kita. 🌟
