Hari Bela Negara yang diperingati setiap tanggal 19 Desember, bisa bermakna mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali berkontribusi pada tanah air. Peringatan ini bukan sekadar sebagai ritual tahunan, melainkan sebagai pengingat kuat tekad bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan di tengah gempuran dan ancaman.
Sejarah Hari Bela Negara bermula dari peristiwa Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada 19 Desember 1948. Serangan udara ke Ibu kota Republik Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta, tak dapat dicegah. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan sejumlah tokoh kunci lainnya ditawan. Namun, sebelum ditangkap, Presiden Soekarno sempat mengirimkan kawat (telegram) mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang saat itu berada di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Mandat tersebut berisi instruksi untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Sjafruddin Prawiranegara bersama tokoh-tokoh lain seperti Teuku Mohammad Hassan segera merespons situasi genting tersebut dengan mendeklarasikan berdirinya PDRI pada 22 Desember 1948 di pedalaman Sumatera.
Melalui PDRI, eksistensi pemerintahan Indonesia tetap berjalan dan perlawanan terus dikobarkan melalui diplomasi radio serta gerilya di hutan-hutan. Peristiwa inilah yang menjadi tonggak lahirnya peringatan Hari Bela Negara.
Bela Negara Bagi Muhammadiyah
Dalam konteks bela negara, tiba-tiba saya teringat dengan “Resolusi Ambon” yang dicetuskan oleh Muhammdiyah, yang merupakan hasil Sidang Tanwir Muhammadiyah di Ambon (24–26 Februari 2017). Resolusi ini menekankan penguatan kedaulatan dan keadilan sosial melalui lima poin utama, sekaligus menjadi arah gerakan Muhammadiyah dalam merespons tantangan bangsa, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial.
Pokok-pokok pikiran Resolusi Ambon, yang ditetapkan di Ambon, 29 Jumadil Awal 1438 H/26 Februari 2017 M, dibacakan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, adalah sebagai berikut:
- Penguatan kedaulatan politik
- Menolak segala bentuk pelemahan demokrasi.
- Menuntut pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
- Keadilan Ekonomi
- Menekankan pentingnya pemerataan pembangunan.
- Mengajak penguatan ekonomi umat melalui gerakan ekonomi berjamaah.
- Kedaulatan Pangan dan Energi
- Menyerukan kemandirian bangsa dalam mengelola sumber daya alam.
- Menolak ketergantungan berlebihan pada impor.
- Keadilan Sosial dan Budaya
- Menegaskan perlindungan terhadap kelompok rentan dan minoritas.
- Mendorong penguatan nilai-nilai kebangsaan dan budaya lokal.
Inilah bela negara yang dilakukan Muhammadiyah. Gerakan ini berkomitmen aktif dalam membangun bangsa melalui pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Menjadi mitra kritis pemerintah dalam menjaga kedaulatan dan keadilan. Resolusi Ambon terus digaungkan dalam forum-forum Muhammadiyah, termasuk Musyawarah Wilayah IX Muhammadiyah Maluku tahun 2023. Inilah bela negara yang dilakukan oleh Muhammdiyah, yang tidak hanya bergerak di bidang dakwah dan pendidikan, tetapi juga aktif dalam isu kebangsaan.
Resolusi Ambon, yang terdiri atas 5 poin, merupakan bentuk pemikiran Muhammadiyah yang disumbangkan pada pemerintah. Khususnya pada poin kelima, menegaskan harapan umat pada pemerintah, begini isinya:
Pemerintah harus tegas dan percaya diri melaksanakan kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil, menegakkan hukum dengan seadil-adilnya, mengelola sumberdaya alam dengan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, menata sistem kepartaian yang lebih aspiratif terhadap masyarakat, mencegah dominasi kelompok tertentu yang dengan kekuatan politik, finansial, dan jaringan mendikte praktik penyelenggaraan negara. Negara tidak boleh takluk oleh kekuatan pemodal asing maupun dalam negeri yang memecah belah dan memporak porandakan tatanan negara demi melanggengkan kekuasaannya. (*)
