Hidup Mulia atau Mati Syahid

Hidup Mulia atau Mati Syahid
*) Oleh : Muhammad Nashihudin, MSi
Ketua Majelis Tabligh PDM Jakarta Timur
www.majelistabligh.id -

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) akhirnya berangkat hingga sampai di Hamra-ul Asad yang jauhnya kurang lebih delapan mil dari Madinah.

Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengangkat Ibnu Ummi Maktum menjadi amir di Madinah (selama kepergian Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam).). Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) tinggal selama tiga hari di Hamra-ul Asad, yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, setelah itu kembali ke Madinah – Menurut apa yang diceritakan kepadaku oleh Abdullah ibnu Abu Bakar – Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersua dengan Ma’bad ibnu Abu Ma’bad Al-Khuza’i. Kabilah Khuza’ah, baik yang muslim maupun yang masih musyrik, bersikap netral. Mereka mempunyai hubungan erat dengan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) sejak mereka melakukan transaksi perdagangan dengan beliau di Tihamah, dan mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Ma’bad saat itu masih musyrik: ketika bersua dengan Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., ia mengatakan, “Hai Muhammad, demi Allah, kami berbelasungkawa atas musibah yang menimpa dirimu sehubungan dengan luka yang dialami oleh sahabat-sahabatmu, dan kami berharap mudah-mudahan Allah menyelamatkan engkau bersama mereka.” Kemudian Ma’bad melanjutkan perjalanannya, sedangkan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) tetap berada di Hamra-ul Asad, hingga Ma’bad bersua dengan Abu Sufyan ibnu Harb bersama pasukannya di Rauha. Saat itu mereka sepakat kembali memerangi Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) dan sahabat-sahabatnya. Mereka mengatakan, “Kita telah mengalami kemenangan atas Muhammad dan sahabat-sahabatnya, juga para pemimpin dan orang-orang terhormat kaum muslim, apakah kita kembali sebelum memberantas mereka? Kita benar-benar harus kembali untuk mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka hingga kita benar-benar aman dari mereka.” Ketika Abu Sufyan melihat Ma’bad, ia bertanya.”Hai Ma’bad. apakah yang ada di belakangmu?” Ma’bad menjawab.”Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang memburu kalian bersama sejumlah pasukan yang belum pernah kulihat sebanyak itu. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian. Telah bergabung bersamanya orang-orang yang tadinya tidak ikut berperang, dan mereka menyesal atas ketidakberangkatan mereka. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian sehingga membawa pasukan yang kekuatannya tidak pernah aku lihat sebelumnya.” Abu Sufyan berkata, “Celakalah kamu ini, apa maksudmu dengan kata-katamu itu?” Ma’bad berkata, “Demi Allah, menurutku engkau masih belum pulang sebelum engkau melihat pasukan berkuda mereka.” Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami sepakat kembali menyerang mereka guna mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka.” Ma’bad menjawab, “Sesungguhnya aku melarangmu melakukan hal tersebut. Demi Allah, sesungguhnya telah mendorongku untuk mengatakan beberapa bait syair yang menggambarkan kekuatan mereka (kaum muslim) sesudah aku melihatnya.” Abu Sufyan bertanya, “Apakah yang engkau katakan itu?” Ma’bad menjawab, “Rahilah (pelana) untaku hampir jatuh karena getaran ketika kuda-kuda Ababil mengalir bergerak di bumi membawa para pendekar yang gagah berani lagi pantang mundur dalam peperangan dan tidak pernah mundur barang setapak pun. Maka aku memacu kendaraanku karena aku mengira bahwa bumi ini seakan-akan berguncang, mereka berada di bawah pimpinan seorang pemimpin yang tidak pernah terhina. Maka aku katakan, ‘Celakalah, hai Ibnu Harb, bila bersua dengan kalian,’ mengingat Lembah Batha bergetar karena pasukan berkuda. Sesungguhnya aku memberikan peringatan kepada penduduk lembah, janganlah mereka mengorbankan nyawanya, yaitu kepada setiap orang yang ragu dan memakai akal pikirannya di antara mereka. Hati-hatilah kalian terhadap pasukan Ahmad yang tidak terkalahkan itu. Apa yang aku peringatkan ini bukan berdasarkan berita (melainkan aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri).” Maka Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya merasa berterima kasih kepada Ma’bad atas berita itu. Lalu Abu Sufyan berpapasan dengan kafilah dari Abdul Qais. Abu Sufyan bertanya, “Hendak ke manakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami hendak ke Madinah.” Abu Sufyan bertanya, “Untuk apa?” Mereka menjawab, “Kami hendak mencari makanan.” Abu Sufyan berkata, “Maukah kalian menyampaikan pesanku kepada Muhammad melalui surat yang akan kukirimkan melalui kalian? Sebagai imbalannya aku akan membawakan barang ini buat kalian (yakni zabib) di Ukaz bila kalian bersua dengan kami nanti.” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Sufyan berkata, “Apabila kalian bertemu dengan Muhammad, ‘sampaikanlah kepadanya bahwa kami telah bersiap-siap untuk menyerang dia dan sahabat-sahabatnya dan mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka.” Lalu rombongan kafilah Abdul Qais itu bersua dengan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) di Hamra-ul Asad, kemudian mereka menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Sufyan dan teman-temannya. Maka Nabi dan para sahabatnya berkata, “Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, Dia sebaik-baik Pelindung.”

 

Tinggalkan Balasan

Search