Bagaimana jika segala dosa kita telah diampuni, apakah kita masih perlu bersujud dalam syukur? Itulah pertanyaan yang pernah diajukan Aisyah kepada Rasulullah saw , dan jawabannya sungguh menggugah: “Bukankah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur?”
Dalam tausiyah salat Tarawih di Masjid Syafi’i, Jalan Kalimas Madya, Surabaya, Jumat (7/3/2025) malam, Ustaz Fuad Baswedan menekankan pentingnya bersyukur sebagai bagian dari tradisi para nabi dan rasul.
Dia mengisahkan beberapa contoh dari perjalanan hidup para nabi yang menunjukkan betapa pentingnya rasa syukur dalam kehidupan seorang mukmin. Salah satu kisah yang disampaikan adalah tentang Rasulullah saw dan istrinya, Aisyah.
“Suatu malam, Aisyah bangun dan tidak menemukan Nabi di sampingnya. Setelah meraba-raba, ia menyentuh kaki Nabi yang sedang bersujud dalam salat. Aisyah pun bertanya mengapa Nabi tetap bersungguh-sungguh dalam ibadah, padahal dosanya telah diampuni oleh Allah. Rasulullah sawa menjawab, “Bukankah aku pantas menjadi hamba yang bersyukur?”
Lebih lanjut, Ustaz Fuad juga mengisahkan Nabi Ibrahim as yang bersyukur ketika Allah menyelamatkannya dari api setelah melawan raja yang zalim.
“Begitu pula dengan Nabi Musa as yang bersyukur atas pertolongan Allah ketika ia diselamatkan dari ancaman pembunuhan Fir’aun yang mendapat bisikan tentang seorang bayi Bani Israil yang kelak akan menggulingkan kekuasaannya,” katanya
“Sebaliknya, orang-orang kafir sering kali tidak mengakui nikmat Allah. Mereka menganggap segala keberhasilan sebagai hasil usaha dan kepintaran mereka sendiri, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surah Fuşşilat ayat 50:
“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, ‘Ini adalah hakku dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhan-ku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya.’ Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir, apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.” (QS. Fuşşilat: 50)
Tiga Kisah Tentang Syukur dan Kufur Nikmat
Ustaz Fuad juga membawakan kisah tiga orang yang diuji dengan nikmat Allah:
Pertama, Abras (Si Belang). Seorang pria berpenyakit belang dan miskin didatangi malaikat yang menanyakan kebutuhannya. Ia meminta kesembuhan dan kekayaan berupa unta, lalu dikabulkan oleh Allah.
Namun, saat malaikat datang kembali dan meminta bantuan, ia menolak bersedekah dan mengingkari nikmat Allah. Akibatnya, ia kembali menderita penyakit belang dan jatuh miskin.
Kedua, Orang Berkepala Botak. Pria ini juga mengalami kisah serupa dengan Abras. Ia awalnya miskin, lalu dikaruniai sapi satu lembah oleh Allah atas doa malaikat.
“Namun, ketika malaikat datang dalam rupa seorang miskin dan meminta sedekah, ia menolak. Akibatnya, ia kembali botak dan jatuh miskin,” ungkap Ustaz Fuad.
Ketiga, A’ma (Si Buta). Seorang pria buta yang diberikan kambing satu lembah sebagai rezeki. Ketika malaikat datang dan meminta bantuan, ia dengan tulus mengizinkan untuk mengambil sesuka hati.
“Dia mengakui bahwa dirinya dulu miskin dan Allah telah memberinya karunia. Karena syukurnya, Allah mempertahankan kekayaannya dan memberkahinya dengan lebih banyak nikmat,” ujar Ustaz Fuad.
Kisah ini menunjukkan bahwa syukur mendatangkan keberkahan, sementara kufur nikmat justru membawa kebinasaan. Dengan menyampaikan kisah-kisah ini, Ustaz Fuad mengingatkan jamaah agar selalu bersyukur dan tidak lupa bahwa segala nikmat berasal dari Allah SWT. (slamet muliono redjosari)