Hikmah Mengendalikan Diri dari Syahwat dalam Puasa

Hikmah Mengendalikan Diri dari Syahwat dalam Puasa

*)Oleh: Ridwan Manan
Pengajar Ponpes Al Fattah Sidoarjo dan LP2M PDM Sidoarjo

Puasa merupakan ibadah yang lebih dari sekadar menahan makan dan minum. Di dalamnya terkandung perintah untuk menahan diri dari syahwat, baik itu dalam bentuk nafsu makan, minum, maupun keinginan-keinginan duniawi lainnya. Banyak orang yang berpuasa, namun karena tidak dapat menahan syahwat, mereka hanya memperoleh lapar dan dahaga tanpa mendapatkan hikmah dan keberkahan dari puasa itu sendiri.

Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa.’” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)

Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan rofats adalah “kiasan untuk hubungan badan” dan segala perkataan keji. Hal ini menunjukkan bahwa puasa melibatkan kontrol diri yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hal-hal fisik seperti makan dan minum, tetapi juga pada perilaku, perkataan, dan keinginan-keinginan nafsu.

Mengapa Diperintahkan Mengendalikan Diri dari Syahwat dalam Puasa?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Lata’if al-Ma’arif menjelaskan bahwa mengendalikan diri dari syahwat dalam berpuasa mengandung banyak manfaat, baik untuk kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Berikut ini adalah beberapa hikmah dari puasa yang dapat membantu kita mengendalikan syahwat:

  1. Menundukkan Nafsu dan Mengurangi Kesombongan
    Syahwat yang tidak terkendali dapat membuat seseorang cenderung angkuh, sombong, dan lalai dalam menjalani kehidupan. Kesenangan duniawi, terutama yang berhubungan dengan syahwat, bisa membuat hati keras dan menjauh dari ketundukan kepada Allah. Dengan berpuasa, seseorang menahan nafsu untuk memenuhi keinginan-keinginan tersebut, sehingga ia belajar untuk lebih sabar dan rendah hati. Puasa mengajarkan kita untuk menundukkan diri dan merendahkan ego.

  2. Mengosongkan Hati untuk Aktivitas Pikir dan Dzikir
    Pelampiasan keinginan-keinginan nafsu syahwat bisa membuat hati menjadi keras dan buta. Nafsu yang tidak terkendali menghalangi kita untuk bisa fokus pada dzikir, tafakur, dan ibadah lainnya. Dengan berpuasa, perut kita yang kosong menjadi sumber cahaya yang melembutkan hati. Puasa memberikan ruang bagi kita untuk lebih fokus pada Allah dan mengingat-Nya lebih banyak, tanpa gangguan dari berbagai keinginan duniawi.

  3. Memahami Nikmat dan Berempati pada Orang Lain
    Puasa mengajarkan kita untuk merasakan kondisi orang-orang yang kurang beruntung. Ketika kita menahan lapar dan dahaga, kita menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang miskin dan mereka yang kekurangan. Orang kaya akan semakin menyadari betapa berharganya nikmat yang diberikan Allah, serta memiliki rasa empati yang lebih dalam terhadap mereka yang kurang mampu. Puasa memotivasi kita untuk bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan dan mengingatkan kita untuk tidak berlebihan dalam menikmati kehidupan dunia.

  4. Menjaga Kesehatan dan Menyempitkan Pembuluh Darah
    Puasa tidak hanya berfungsi sebagai ibadah spiritual, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik. Salah satu manfaat puasa adalah menyempitkan pembuluh darah, yang pada gilirannya mengurangi ruang gerak setan dalam tubuh. Pembuluh darah merupakan alur lalu lintas setan yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Dengan berpuasa, tubuh menjadi lebih tenang, syahwat dan amarah menjadi lebih terkendali. Rasulullah saw. menyebut puasa sebagai tali pengekang (wija), karena puasa mampu mengekang hawa nafsu dan syahwat, serta menjaga kita dari perbuatan yang tidak baik.

  5. Melatih Diri untuk Meninggalkan Kesenangan yang Dilarang
    Puasa juga mendekatkan kita pada Allah dengan menahan diri dari syahwat yang di luar bulan Ramadan seharusnya kita hindari. Selama bulan puasa, kita terlatih untuk meninggalkan segala bentuk kesenangan yang dilarang Allah, seperti makan, minum, dan berhubungan badan di siang hari. Latihan ini bukan hanya berlaku di bulan Ramadan, tetapi diharapkan bisa memperkuat kita untuk terus menjaga diri setelah bulan suci berakhir. Jiwa yang terlatih menahan syahwat selama puasa akan lebih mudah menjaga dirinya dari godaan di luar bulan Ramadan.

Mengendalikan syahwat dalam berpuasa bukan hanya sekadar kewajiban ritual, tetapi juga sarana untuk membersihkan hati, menundukkan nafsu, dan mendekatkan diri pada Allah. Puasa mengajarkan kita untuk memiliki kontrol diri, merasakan empati terhadap sesama, dan bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan. Dengan berpuasa, kita tidak hanya menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga dari segala bentuk perbuatan yang dapat merusak kesucian ibadah kita.

Mendekatkan diri pada Allah dengan menahan diri dari syahwat maka jiwa kita terlatih meninggalkan kesenangan yang dilarang Allah di luar bulan Ramadan.

Semoga puasa kita dapat memberikan hikmah yang mendalam dan memperbaiki kualitas iman kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *