Firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلى أَهْلِهِ
dan membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu). (An-Nisa: 92)
Kewajiban yang kedua yang dibebankan kepada si pembunuh ialah yang menyangkut kepentingan keluarga si terbunuh, yaitu pembayaran diat kepada mereka, sebagai kompensasi yang diperuntukkan buat mereka akibat terbunuhnya keluarga mereka.
Diat ini hanyalah diwajibkan dalam bentuk lima rupa, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah melalui hadis Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Zaid ibnu Jubair, dari Khasyf ibnu Malik, dari Ibnu Mas’ud yang menceritakan:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دِيَةِ الْخَطَأِ عِشْرِينَ بِنْتَ مَخَاضٍ، وَعِشْرِينَ بَنِي مَخَاضٍ ذُكُورًا، وَعِشْرِينَ بِنْتَ لَبُونٍ، وَعِشْرِينَ جَذَعة وَعِشْرِينَ حِقَّة.
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah memutuskan terhadap diat kasus pembunuhan secara tidak sengaja dibayar dalam bentuk dua puluh ekor bintu makhad, dua puluh ekor bani makhad, dua puluh ekor bintu labun, dua puluh ekor jaz’ah, dan dua puluh ekor hiqqah.
Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Imam Nasai. Imam Tirmidzi mengatakan, “Kami tidak mengetahui predikat marfu’-nya kecuali melalui jalur sanad ini.”
Tetapi diriwayatkan pula hal yang sama secara mauquf dari Abdullah Ibnu Mas’ud, begitu pula dari Ali dan sejumlah sahabat lainnya. Tetapi menurut pendapat yang lainnya lagi, diat harus dibagi menjadi empat macam.
Diat ini hanya diwajibkan atas aqilah (para asabah) si pembunuh, bukan dibebankan kepada harta si pembunuh.
Imam Syafii mengatakan, “Aku belum pernah mengetahui ada yang menentang bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah memutuskan diat ditanggung oleh aqilah. Hal ini jauh lebih banyak daripada hadis yang khusus.”
Hal yang diisyaratkan oleh Imam Syafii ini memang terbukti banyak hadis yang menerangkan tentangnya. Antara lain ialah hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Abu Hurairah yang menceritakan:
اقْتَتَلَتِ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيل، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَاخْتَصَمُوا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَقَضَى أَنَّ دِيَةَ جَنِينِهَا غُرَّة عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ، وَقَضَى بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا
bahwa ada dua orang wanita dari kalangan Bani Huzail berkelahi, lalu salah seorang darinya melempar lawannya dengan batu hingga membunuhnya berikut janin yang dikandungnya. Kemudian kedua keluarga yang bersangkutan mengadukan kasus mereka kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) Maka Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) memutuskan bahwa diat janin si terbunuh ialah memerdekakan seorang budak laki-laki atau budak perempuan, sedangkan keputusan mengenai diat ibunya dibebankan kepada aqilah si pembunuh.
Dapat ditarik kesimpulan dari hadis ini bahwa hukum membunuh mirip dengan secara sengaja sama dengan hukum membunuh secara keliru murni dalam hal diatnya. Akan tetapi, dalam kasus serupa dengan sengaja diatnya hanya terbagi menjadi tiga macam.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebut sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Umar:
بَعَثَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ إِلَى بَنِي جُذَيْمَةَ، فَدَعَاهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ، فَلَمْ يُحْسِنُوا أَنْ يَقُولُوا: أَسْلَمْنَا. فَجَعَلُوا يَقُولُونَ: صَبَأْنَا صَبَأْنَا. فَجَعَلَ خَالِدٌ يَقْتُلُهُمْ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: “اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ”. وَبَعَثَ عَلِيًّا فَوَدَى قَتْلَاهُمْ وَمَا أُتْلِفَ مِنْ أَمْوَالِهِمْ، حَتَّى مِيلَغة الْكَلْبِ
bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengirimkan Khalid ibnul Walid (bersama sejumlah pasukan yang dipinipinnya) ke tempat orang-orang Bani Juzaimah. Lalu Khalid menyeru mereka dan mengajak mereka masuk Islam, tetapi mereka tidak dapat mengatakan, “Kami masuk Islam.” Yang mereka katakan hanyalah, “Kami masuk agama Sabiah, kami masuk agama Sabiah.” Maka Khalid membunuh mereka. Ketika Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mendengar hal tersebut, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri dari-Mu terhadap apa yang diperbuat oleh Khalid. Lalu Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengutus Ali untuk membayar diat mereka yang terbunuh dan mengganti harta mereka yang dirusak tanpa ada sedikit pun yang tertinggal.
Dari hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kekeliruan yang ditimbulkan oleh pihak imam atau wakilnya, kerugiannya dibebankan kepada Baitul Mal.
