Indikator Ilmu Sejati: Bukan Kebencian Tapi Introspeksi Diri

Indikator Ilmu Sejati: Bukan Kebencian Tapi Introspeksi Diri
*) Oleh : Ubaidillah Ichsan, S.Pd. K. Mdy
Tapak Suci Putra Muhammadiyah (TSPM) Pimda 030 Jombang
www.majelistabligh.id -

“No matter how high your level of knowledge is, if your heart still sees that other people’s disgrace is greater than your own, then that knowledge still stands outside the door of your heart”
“(Seberapa tinggi pun derajat ilmumu, jika hatimu masih melihat aib orang lain lebih besar daripada aibmu sendiri, maka ilmu itu masih berdiri di luar pintu hatimu)”

​Ilmu agama sejati bukanlah gerbang menuju penghakiman, apalagi kebencian terhadap para pendosa. Jika pemahaman yang kita pelajari justru menumbuhkan rasa suci dan merendahkan orang lain, sesungguhnya ada kekeliruan mendasar dalam cara kita menyerap hikmah Ilahi.

​Inti dari takwa dan keimanan justru adalah introspeksi diri (muhasabah) yang tiada henti. Berhentilah mengamati aib orang, dan sibukkan diri dengan dosa-dosa sendiri. Teruslah belajar hingga muncul keyakinan tulus di hati bahwa semua orang di sekitarmu adalah baik, dan hanya dirimu sendirilah yang paling banyak dosa.​

Prinsip ini berakar kuat dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allah SWT,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini memerintahkan orang beriman untuk senantiasa bertakwa dan meluangkan waktu untuk muhasabah (introspeksi). Setiap individu wajib melihat dan menghitung bekal amal yang telah dipersiapkan untuk kehidupan abadi (akhirat), menjauh dari kesibukan menilai orang lain.

Allah menegaskan bahwa Dia Maha Teliti atas semua perbuatan kita, menjadikan fokus pada diri sendiri adalah hal yang utama. Dalam hadis, ​Rasulullah SAW juga bersabda tentang larangan meremehkan orang lain,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
Artinya:
Cukuplah seseorang dikatakan buruk, jika ia merendahkan saudaranya sesama Muslim.” (HR. Bukhari: 6064 dan Muslim: 2564)

Hadis ini menekankan bahwa setiap Muslim adalah saudara yang harus saling menjaga kehormatannya. Merendahkan orang lain adalah perbuatan tercela, terlarang, dan termasuk dosa besar.

Jadi, ​ukuran kemuliaan bukanlah seberapa banyak aib orang lain yang kita ketahui, melainkan seberapa besar kesungguhan kita dalam memperbaiki diri. Ilmu yang benar membimbing kita pada kerendahan hati, empati kepada pendosa, dan kesadaran bahwa kita semua adalah hamba yang membutuhkan ampunan.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Search